Pengendalian diri (Self Control) merupakan salah satu sikap
yang saya pelajari ketika aktif “berkomunitas” pada masa mahasiswa, baik dalam diskusi
kecil maupun diskusi besar. Agar tetap terfokus dalam bahasan atau topik
diskusi dan menyiapkan giliran (kesempatan), saya pun mendengar secara saksama
atau mencatat suatu hal yang menarik pemikiran.
Dalam suatu
diskusi, obrolan, atau lingkaran kata, saya selalu percaya bahwa setiap person
yang hadir akan mendapat kesempatan atau giliran untuk berpendapat. Itu pun
belum tentu semua pendapat memiliki kualitas yang sepadan lalu ditampung,
dipadukan, dan dilaksanakan.
Bagi saya, diskusi,
obrolan atau lingkaran kata merupakan sebuah kesempatan untuk menyampaikan
pendapat sekaligus memberi kesempatan kepada siapa pun yang hadir di situ.
Meski ada satu-dua person yang memiliki kapasitas mumpuni, pengendalian diri
tetap menjadi sikap yang terpenting.
Sekian tahun saya
belajar mengenai diskusi atau obrolan, mau-tidak mau saya perlu menyiapkan
bahan dan mental untuk berdiskusi. Pengecualiannya adalah jika saya hadir
secara mendadak karena diajak oleh siapa. Hal ini pun yang perlu saya
persiapkan adalah mental (pengendalian diri).
Diskusi atau
obrolan yang mendadak menjadi kemalasan saya berpikir dan berbicara adalah
dengan kemunculan sosok yang berkepribadian dominan tetapi sok tahu, kurang
berwawasan, kurang pergaulan, kurang pengalaman, dan tidak memiliki kemampuan dalam pengendalian diri.
Sebentar-sebentar ia menyela, memotong, interupsi, menyerobot, dan sejenisnya.
Salah-benar atau ngawur-relevan tidak-lah pernah dipedulikannya, asalkan ia
puas sendiri.
Sekali lagi, ini
tentang diskusi atau obrolan, dimana para person harus diberi kesempatan untuk
menyampaikan pendapat. Tidak usahlah merasa diri "wajib" didengarkan, dianggap "menguasai segala ilmu atau informasi" apalagi di-amin-kan oleh setiap person dalam diskusi, padahal sama sekali kurang berwawasan. Cukuplah dengan diam, mendengarkan, dan menunggu kesempatan jika memungkinkan adanya kesempatan itu.
Diskusi bukanlah lomba berdebat, apalagi beradu hebat dalam berkata-kata. Diskusi pun bukanlah rapat koordinasi suatu tugas atau pekerjaan yang perlu segera dilaksanakan demi profesionalitas pekerja dan bonafiditas perusahaan. Atau, diskusi bukanlah acara ceramah agama atau mimbar khotbah.
Diskusi bukanlah lomba berdebat, apalagi beradu hebat dalam berkata-kata. Diskusi pun bukanlah rapat koordinasi suatu tugas atau pekerjaan yang perlu segera dilaksanakan demi profesionalitas pekerja dan bonafiditas perusahaan. Atau, diskusi bukanlah acara ceramah agama atau mimbar khotbah.
Bukan satu-dua kali
saya menemukan sosok dominan tetapi ngawur begitu. Dan, satu-dua kali saya
berharap, “Semoga sosok dominan itu segera pergi entah ke mana,” atau malah, “Semoga
obrolan atau diskusi segera bubar saja.”
Akan tetapi,
biasanya, kalau sosok dominan tidak segera pergi atau diskusi terus berlanjut,
justru saya akhirnya memilih keluar dari arena diskusi. Pada kesempatan diskusi
berikutnya, saya tidak berminat untuk hadir. Saya memilih untuk belajar sendiri
atau, kini, berkumpul dengan keluarga saja.
*******
Beranda Khayal, 1-3-2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar