Jumat, 06 Maret 2020

Pun


Apapun ataukah apa pun? Siapapun ataukah siapa pun? Mengapa disambung atau dipisah dengan kata di depannya?

Saya bosan melihat “apa” dan “siapa” lalu diikuti “pun” dalam sepucuk kalimat yang masih kacau dalam penerapannya. Tidak berbeda dengan “kita”, “kami”, dan penerapan prefiks dan preposisi.

Saya juga bosan mengajari beberapa orang mengenai “pun”. Mereka bukanlah murid-murid SD atau SMA. Saya bukanlah guru Bahasa Indonesia.

Zaman sekarang kepemilikan ponsel pintar (smartphone) atau modem wifi dengan kefasihan mengoperasionalkan komputer jinjing (leptop) untuk tulis-menulis di perkotaan bukan pula suatu hal yang mencengangkan. Mesin pencari bernama Google juga mudah diakses, dan biasa saja.   

Apakah faktor kemalasan kronis telah menjadi penyebab utama pada diri seorang oknum penulis sehingga masih saja tidak memahami tentang “pun” di belakang “apa” dan “siapa”, bahkan lain-lainnya?

Waduh, “kemalasan kronis”. Sangat sadis-bombastis. Begitu, ya?

Ya, sudahlah kalau begitu. Saya tidak perlu meneruskan tulisan ini. Saya, 'kan, bukan guru Bahasa Indonesia?

*******
Beranda Khayal, 6-3-2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar