Saya belum pernah
membuka sebuah kelas belajar, apalagi berbayar. Saya bisa mengajarkan perihal menulis
atau menggambar, tetapi bukan berarti saya perlu membuka sebuah kelas, ‘kan?
Saya pernah
mengikuti bimbingan belajar menggambar di Bandung yang diasuh oleh mahasiswa
FSRD-ITB selama 3 bulan, setiap hari (Minggu untuk bikin sketsa di lokasi), dan
biayanya Rp15.000,00 pada 1991. Saya bisa saja menggunakan beberapa metode
bimbingan itu, lalu memasang tarif.
Saya juga pernah
mengikuti pelatihan tulis-menulis di pers mahasiswa, meskipun saya tidak
langsung dilatih oleh seorang “senior”. Hampir setiap hari dengan cara “menguping”
pembelajaran rekan-rekan, bahkan tugas kuliah pun saya bawa ke sekretariat. Paling
tidak, struktur sebuah tulisan, semisal opini/esai, saya bisa memahaminya. Toh, saya pernah meraih juara I Lomba
Menulis Esai. Belum ditambah dengan…
Akan tetapi, saya
sama sekali tidak memiliki hasrat atau renjana untuk membuka sebuah kelas,
apalagi berbayar. Kalau seorang-dua orang benar-benar hendak belajar hingga
saya nyatakan “kamu sudah mampu!”, saya akan mengajari di rumah saya. Gratis,
dan silakan tentukan waktunya.
Saya bisa membuat
jadwal. Berapa kali pertemuan dalam satu minggu. Untuk kelas menulis, bisa
dimulai dengan hal-hal mendasar mengenai suatu tulisan. Untuk kelas menggambar,
bisa dimulai dengan hal-hal mendasar mengenai suatu rupa.
Modalnya ialah keseriusan dan kesungguhan. Kalau tidak serius dan bersungguh-sungguh, sebaiknya tidak usah saja. Saya tidak mau menyia-nyiakan waktu hanya untuk orang yang tidak serius dan tidak bersungguh-sungguh.
Saya juga tidak mau menyia-nyiakan waktu orang yang tidak serius itu. Bukankah orang itu sebaiknya melakukan hal-hal yang lebih berguna dengan waktu yang tersedia dan serius dikerjakannya?
Modalnya ialah keseriusan dan kesungguhan. Kalau tidak serius dan bersungguh-sungguh, sebaiknya tidak usah saja. Saya tidak mau menyia-nyiakan waktu hanya untuk orang yang tidak serius dan tidak bersungguh-sungguh.
Saya juga tidak mau menyia-nyiakan waktu orang yang tidak serius itu. Bukankah orang itu sebaiknya melakukan hal-hal yang lebih berguna dengan waktu yang tersedia dan serius dikerjakannya?
Saya menyukai
orang-orang yang serius dan mau suntuk belajar-berlatih, karena saya juga
menyukai pembelajaran ketika muda. Dari Yogyakarta ke Bandung hanya untuk
mengikuti bimbingan belajar menggambar, padahal di Yogyakarta juga ada. Dari bidang
Arsitektur yang tekun memainkan garis, saya juga menekuni perihal tulis-menulis
tanpa seorang “senior” pun yang membimbing.
Saya serius ketika hendak bertarung tulisan, baik di media maupun dalam kompetisi tulis-menulis. Saya pelajari teori, materi, dan seterusnya hingga saya ajukan sebagai "petarung". Gagal muat atau kalah bertarung bukanlah kiamat bagi saya. Mungkin saya masih perlu belajar dan berlatih lagi.
Saya serius ketika hendak bertarung tulisan, baik di media maupun dalam kompetisi tulis-menulis. Saya pelajari teori, materi, dan seterusnya hingga saya ajukan sebagai "petarung". Gagal muat atau kalah bertarung bukanlah kiamat bagi saya. Mungkin saya masih perlu belajar dan berlatih lagi.
Sekarang, jangankan
memasang tarif, lha wong membuka
sebuah kelas belajar saja saya tidak pernah. Mungkin karena faktor tega-tidak
tega. Mungkin karena bakat saya bukanlah menjadi guru profesional bahkan kapitalis
terselubung dalam pembelajaran.
*******
Beranda Khayal, 8-3-2020
*******
Beranda Khayal, 8-3-2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar