Minggu, 15 Maret 2020

Sebagian Jejak Hasil Ujian Menggambar dan Menulis


Sekali lagi, hidup adalah proses. Tidak ada yang dadakan (instan) atau dengan jalan pintas. Tidak ada kemudahan karena “kenal juri”, “orang dalam”, atau “bayar sekian”.

Saya tidak pernah mengalami hidup tanpa proses. Belajar dan berlatih merupakan proses.

Proses pun tidak seterusnya proses. Harus ada progress. Seperti bersekolah, tidak selamanya duduk di bangku Kelas I SD. Dan, tidak selamanya di bangku SD.

Oleh sebab progress sangat penting sebagai bukti atas kemajuan dari proses, sangat penting pula “ujian” untuk penanda hasil dari suatu pembelajaran dan pelatihan, apalagi dilakukan secara autodidak. Dan ujian pertama yang saya tempuh adalah gambar-menggambar, bukannya tulis-menulis.  

***

A. Dengan Gambar-Menggambar

a. Kartun

1996
1. Harapan II Lomba Kartun Opini yang diselenggarakan oleh Kevikepan Semarang dan Penerbit Kanisius Yogyakarta.
2. Juara II Lomba Karikatur yang diselenggarakan oleh Gereja Katolik Baciro Yogyakarta


 Ujian lainnya berupa persaingan kartun untuk dimuat oleh media massa sejak 1996 juga. Dua puluh (20) tahun kemudian (2017) saya menerbitkan dua buku kumpulan kartun saya.

(2017)

(2017)


b. Desain Kaus Oblong

1996
1. Harapan V Lomba Menggambar Oblong Yogyakarta yang diselenggarakan oleh B&B dan Harian Bernas.

1999
1. Juara I Lomba Disain Oblong 2000 yang diselenggarakan oleh Mavindo
, Yogyakarta.



2002
1. Nomine Lomba Gambar Oblong “Sewindu Rindu Dagadu” yang diselenggarakan oleh PT Aseli Dagadu Yogyakarta
.



B. Dengan Tulis-Menulis

Tidak proses tulis-menulis tanpa didului dengan baca-membaca. Untuk memahami kartun, saya pun harus membaca tulisan yang berkaitan dengan kartun, apalagi untuk memahami tulisan yang disebut apa jenisnya.

Meski pada Semester I Kelas III A1/Fisika (September 1989) mulai menulis cerita pendek tingkat remaja, saya tidak pernah menyebutnya sebagai hobi, karena hobi saya dulu menggambar, bermain sepak bola dan bola voli. Bahkan, bukan “ujian” menulis cerpen atau fiksi yang saya tempuh, melainkan justru non-fiksi dan itu pada 2000.

Proses, progress, dan ujian saya tempuh tanpa pernah mengklaim diri sebagai siapa dalam tulis-menulis. Sementara tulisan saya dimuat pertama kali pada 2000 juga.

a. Non-fiksi

2000
1. Nomine Lomba Menulis Esai HAKI yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Masyarakat HAKI Indonesia (Indonesian Intellectual Property Society/IIPS), Jakarta.
2. Juara I Lomba Menulis Artikel Opini yang diselenggarakan oleh Harian Bangka Pos, Babel.




2016
1. Juara I Lomba Penulisan Esai yang diselenggarakan oleh Kantor Bahasa Kalimantan Timur.


2017
1. Pemenang I Lomba Menulis 17-an di Kompasiana.Com.

Sementara saya sudah menerbitkan buku-buku kumpulan artikel non-fiksi saya sejak 2016. Tetap saja saya tidak merasa sebagai penulis atau esais.

(2016)

(2016)

(2018)

(2019)

(2019)

(2019)

(2019)

b. Fiksi

Lomba Menulis Cerpen merupakan ujian selanjutnya dalam tulis-menulis setelah sekitar 10 tahun (sejak SMA) saya belajar dan berlatih.  

2001
1. Pemenang Lima Besar Lomba Menulis Cerpen yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Sleman.


2003
1. Harapan I Lomba Menulis Cerpen “Hadiah Tepak” yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Bengkalis, Riau.
2. Harapan II Lomba Menulis Cerpen “Anugerah Sagang” yang diselenggarakan oleh Yayasan Sagang, Riau


2006
1. Cerpen “Di Bawah Bayang-bayang Bulan” meraih “Pilihan Terbaik Cybersastra Award 2000-2006” yang diselenggarakan oleh Yayasan Multimedia Sastra (YMS), Jakarta

Sementara cerpen pertama saya dimuat media massa pada 2000. Pada 2010 cerpen “Kemarau Pun singgah di Kampung Kami” tergabung dalam buku Antologi Cerpen Temu Sastrawan Indonesia III “Ujung Laut Pulau Marwah”. Meskipun begitu, saya tidak pernah mengklaim diri sebagai cerpenis, sastrawan, atau “hobi = menulis cerpen”.


Buku kumpulan cerpen saya juga telah saya terbitkan. Ya, sekadar mengabadikan karya.


(2011)


(2016)


(2018)


(2018)


(2019)

Lomba Menulis Puisi merupakan ujian yang tahun selanjutnya (2003), bahkan paling nekat bagi saya. 

2003
1. Nomine Lomba Menulis Puisi Rakyat Merdeka yang diselenggarakan oleh Harian Rakyat Merdeka, Jakarta.

2017
1. Nomine Lomba Cipta Puisi Krakatau Award yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Lampung.


Ajang semacam kurasi puisi untuk antologi puisi bersama pun saya ikuti sebagai bagian dari ujian. Kebetulan ada yang tergabung di sana, misalnya Antologi Puisi Hikayat Secangkir Robusta (Dinas Pariwisata Prov. Lampung, 2017), Antologi Puisi Jendela Pekalongan (Dewan Kesenian Kota Pekalongan, 2017), Antologi Puisi Klungkung: Tanah Tua, Tanah Cinta (Museum Seni Lukis Klasik Nyoman Gunarsa, Klungkung, Bali, 2016), Antologi Puisi Karya 250 Penyair Terbaik Indonesia Baju Baru untuk Puisi & Hal-hal yang Belum Kita Mengerti (Bebuku Publisher, Surakarta, 2016), Antologi Seribu Puisimini Pilihan Lainnya Aquarium & Delusi (Bebuku Publisher, Surakarta, 2016), Antologi Puisi Mak Renta (Penerbit Jentera, Jakarta, 2016), Antologi Puisi Menanam Kenangan (Bebuku Publisher, Surakarta, 2016), Antologi Puisi Temu Penyair Nusantara Pasie Karam (Dewan Kesenian Aceh Barat & Disbudpar Aceh Barat, 2016), Antologi Puisi Sahabat Rose Sajak Embara (Rose Book, Trenggalek, Jawa Timur, 2016), Antologi Puisi Kampungan Goyang WC (Yabawande - RIC Karya, Semarang, Jawa Tengah, 2016), Antologi Puisi Di Bawah Payung Hitam (Proyek Seni Indonesia Berkabung, Yogyakarta, 2015), Antologi Puisi Kalimantan : Rinduku yang Abadi (Dewan Kesenian Banjarbaru & Disporabudpar Kalsel, 2015), Antologi Puisi Tifa Nusantara 2 (Dewan Kesenian Kabupaten Tangerang & Disporabudpar Kabupaten Tangerang, Banten, 2015), Buletin Jejak (Forum Sastra Bekasi, Jawa Barat, 2015), Antologi 153 Penyair Indonesia : Dari Negeri Poci, Negeri Langit (Komunitas Radja Ketjil, Jakarta, 2014), Kitab Antologi Puisi Jilid 2 Sastra Reboan Cinta Gugat (Pasar malaM production, Jakarta, 2012), dan lain-lain.

Sementara saya selalu tidak menanggapi undangan peluncuran buku puisi, misalnya peluncuran buku Antologi Puisi Klungkung: Tanah Tua, Tanah Cinta di Museum Seni Lukis Klasik Nyoman Gunarsa, Klungkung, Bali (2016), Temu Penyair Nusantara di Meulaboh, Aceh Barat (2016), Temu Penyair Tifa Nusantara II di Kabupaten Tangerang, Banten (2015), dan lain-lain.



Sementara buku-buku kumpulan puisi saya sendiri sudah saya terbitkan, yaitu sebagai berikut :

(2016)

(2016)

(2018)

(2018)

Apa pun hasilnya dan berapa pun jumlah buku saya, saya tetap bukanlah penyair. Entah apa hebatnya atau dari mana sumbernya ketika saya menemukan segelintir orang yang bangga atau nekat mengklaim diri mereka adalah penyair tanpa melalui proses yang "berdarah-darah".  

Lomba, tepatnya Sayembara Penulisan Cerita Anak se-Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara 2017 yang diselenggarakan oleh Kantor Bahasa Kalimantan Timur merupakan ujian yang sangat serius bagi saya. Meski hanya sampai Harapan VI alias juru kunci, saya sangat puas.


***

Sejak 2018 saya tidak menjejak lagi dalam lomba apa pun. Semangat dan daya juang saya sudah rontok. Saya mau bersantai saja, tidak mau repot bertarung karya, dan tidak silau dengan julukan "penulis", "cerpenis", penyair", atau "sastrawan" dalam tulis-menulis.

Jejak-jejak ujian yang saya susun secara sederhana ini sekadar mengingat kembali tentang proses demi proses yang pernah saya tempuh, dan kemudian tanpa pernah berani saya klaim diri saya atau deklarasikan sebagai “siapa” hingga sekarang. 

Sekarang, bagaimana dengan proses Anda? Terserah Anda deh.

*******
Beranda Khayal, 15-3-2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar