“Menulis itu
seperti bermain kung fu. Anda tidak akan menjadi jago kung fu, meski seumur
hidup menonton Jacky Chan atau Jet Lee, tanpa berlatih kung fu,” kata Helvy
Tiana Rosa yang ditulis ulang oleh Indiebookcorner di beranda FB pada Senin,
9/3.
“Pernah nonton film kungfu, ‘kan?” lanjut Indiebookcorner. “Biasanya kita menyaksikan sang murid tidak diajari kungfu, tapi menimba air, menyapu daun jatuh, mendaki gunung sambil mengangkut barang berat.
Ketika momen perkelahian tiba, tangan dan
kakinya gesit, bisa mengelak dan memukul. Sang murid tidak menyadari, ia sudah
mahir teknis dasar kungfu, tinggal disempurnakan, ia sudah menjadi ahli
bela diri yang andal.
Harusnya kamu bisa menerapkannya dalam kebiasaan menulis. Membaca yang banyak, latihan menulis kalimat efektif, menulis takarir Instagram yang bagus, lalu mencoba menulis lebih panjang lagi. Latihan, latihan, latihan. Menulis memang dipelajari, tapi kita tidak bisa tiba-tiba mahir begitu saja.”
Harusnya kamu bisa menerapkannya dalam kebiasaan menulis. Membaca yang banyak, latihan menulis kalimat efektif, menulis takarir Instagram yang bagus, lalu mencoba menulis lebih panjang lagi. Latihan, latihan, latihan. Menulis memang dipelajari, tapi kita tidak bisa tiba-tiba mahir begitu saja.”
***
Saya sengaja
mengutip status Indiebookcorner lalu memajangnya di sini. Tentu saja saya akan “memoles”-nya
supaya sesuai dengan versi saya.
Ada tiga hal yang
menarik. Pertama, “sang murid tidak
diajari kung fu”. Kedua,”Ketika momen
perkelahian tiba”. Ketiga, “Latihan,
latihan, latihan”.
Antara pertama dan
ketiga terdapat kemiripan, yaitu berlatih. “Sang murid” tidak menyadari jika
sedang dilatih, khususnya naluri (insting) dan gerakan.
“Membaca yang
banyak” merupakan dasar utama. Membaca tidak sekadar menghafal atau memahami
isi bacaan, tetapi juga mempelajari bacaan/tulisan secara struktural,
konstruktif, dan utilitas. Dengan banyak membaca, mulailah membuat tulisan
dengan kalimat efektif (tidak bertele-tele), dan seterusnya sampai sebuah
tulisan yang lebih panjang.
Berlatih pun tidaklah tergantung pada suasana hati (mood), jika memang mau menjadi jagoan. Kalau belum mahir tetapi baru sebatas berlatih sudah tergantung suasana hati, ya, silakan menjadi jago nge-mood deh.
Berlatih pun tidaklah tergantung pada suasana hati (mood), jika memang mau menjadi jagoan. Kalau belum mahir tetapi baru sebatas berlatih sudah tergantung suasana hati, ya, silakan menjadi jago nge-mood deh.
Saya sudah
melakukannya (berlatih), dan selalu melakukannya hingga sekarang. JPS merupakan
salah satu wadah media penampung latihan saya, padahal saya tidak pernah
berkeinginan menjadi jago bersilat kata alias menulis.
Berikutnya, hal kedua,
“Ketika momen perkelahian tiba”. Tidak ada film kung fu mengasyikkan tanpa
perkelahian. Tidak ada bintang utama film kung fu yang tidak berkelahi. Iya, ‘kan?
Dalam kategori
momen (saat; waktu), perkelahian terbagi dua. Perkelahian yang terjadwal, dan perkelahian
dadakan.
Perkelahian yang
terjadwal itu misalnya pertarungan karya, kompetisi, lomba, sayembara, dan
seterusnya yang berhubungan dengan tulis-menulis. Terjadwal sejak pengumuman mengenai
perlombaan hingga tenggat waktu pengumpulan karya. Kemudian perlombaan
selanjutnya, baik lokal maupun interlokal, nasional, bahkan internasional.
Perkelahian dadakan itu misalnya diminta menulis kata pengantar untuk sebuah buku yang akan
terbit dalam waktu dekat, menanggapi status atau komentar di media sosial, mengulas
berita atau pernyataan, dan lain-lain. Ya, pada masa internet berada dalam
genggaman, “perkelahian dadakan” merupakan hal yang biasa, dan dalam waktu yang
tidak berhari-hari atau berminggu-minggu.
Karena sama sekali
tidak pernah berobsesi menjadi penulis, apalagi jago menulis, saya belajar, berlatih, dan “berkelahi”
tidaklah “ditunggangi” oleh obsesi atau target apa-apa. Saya bisa lebih santai,
“bermain-main”, “bermalas-malasan”, dan beralih ke hobi lainnya sesuka saya.
Bagaimana dengan
Anda yang berobsesi bahkan berambisi menjadi seseorang yang jago menulis, penulis sejati,
penulis terkenal, penulis terhebat, penulis paling disegani, penulis paling berpengaruh, dan seterusnya
seperti halnya jago kung fu?
*******
Beranda Khayal,
10-3-2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar