Belum satu minggu
lewat saya membaca sepucuk tulisan. Dalam tulisan tersebut terdapat
ketidakpahaman si penulis mengenai prefiks dan preposisi, padahal bukanlah hal
yang tidak pernah diajarkan ketika SD.
Sebenarnya saya
malas untuk “menyinggung” persoalan sepele tetapi serius ini. Saya terlalu
sering menemukannya dalam tulisan sekian orang, bahkan bangga sekali kalau
digelari “penulis”. Orang-orang yang lamban memahami, meski bukan satu-dua kali
saya bantu untuk memudahkan pemahaman.
Penulis adalah
seseorang yang mengendarai aksara untuk menyampaikan maksud yang semula
bersumber dari pikiran dan perasaannya. “Penulis adalah pengendara aksara”, dan
perihal ini pernah saya tuliskan dalam artikel berjudul “Sang Pengendara Aksara”.
Prefiks dan
preposisi merupakan pelajaran dasar yang sebaiknya dipahami oleh mereka sejak
awal. Bukan sekadar bagian kurikulum mata pelajaran Bahasa Indonesia ketika
prefiks dan preposisi diperkenalkan semasa duduk di bangku SD.
Pelajaran dasar ini
tidak berbeda dengan seorang pengendara, semisal motor dengan lampu sein (sign).
Kalau ingat lampu sein kanan tetapi beloknya ke kiri, pasti segera tertawa
karena membayangkan beberapa emak-emak mengendarai motor.
Aksi emak-emak
dengan lampu sein kanan tapi belok ke kiri memang sering menjadi bahan
tertawaan. “The Power of Emak-emak” merupakan julukan yang pernah viral sekitar
2017-2018.
Akan tetapi,
bagaimana kalau sekian penulis ternyata melakukan aksi serupa melalui tulisan?
Sebenarnya saya
malas ikut-ikutan menggelari mereka “penulis”. Setiap waktu seorang penulis
mengendarai aksara. Setiap hari penulis harus menerapkan kemampuan dasar tulis-menulis yang memiliki konvensi yang
diketahui oleh masyarakat. Dan penulis dituntut untuk memahami pelajaran dasar
yang berkaitan dengan prefiks dan preposisi.
Saya dibenci oleh
segelintir “penulis” hanya gara-gara prefiks dan preposisi. Baiklah, silakan
membenci saya. Yang penting, suatu waktu kemudian saya bisa membaca tulisan
mereka yang benar-benar telah memahaminya.
Sayangnya, sekian
tahun saya tidak menemukan perubahan yang benar dalam penerapan penulisan
berkaitan dengan prefiks dan preposisi. Sekian tahun mereka tetap gagal
menerapkannya dalam tulisan-tulisan mereka.
Mungkin benci dan bebal masih satu
keluarga. Mereka tidak malu ketika terus-menerus menayangkan tulisan yang kurang bermutu gara-gara prefiks-preposisi yang rancu, dan semakin ngotot untuk membenci saya.
Apa boleh buat.
Orang bebal memang sukar untuk belajar, tetapi benci malah disiarkan ke
mana-mana. Saya pun tidak perlu repot untuk membantu, karena mereka memilih
bebal dan benci merecoki mutu tulisan mereka sendiri.
*******
Beranda Khayal, 5-3-2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar