Kamis, 05 Maret 2020

Menulis dan Menyunting Sendiri

Setiap penulis adalah editor pertama bagi karyanya sendiri. Dialah yang menyunting draft sampai beres dan memastikan tidak ada kesalahan untuk urusan-urusan elementer. Kalau editor hanya dipasrahi membereskan urusan-urusan elementer, ia tidak akan bekerja maksimum untuk urusan substansialnya sebagai editor, kata A.S. Laksana (2013)

Istilah “editor” sudah mendapat padanannya dalam bahasa Indonesia, yakni “penyunting”. Apakah saya perlu menuliskan perihal penyunting, baik definisi, fungsi, maupun substansinya?

Saya pikir, tidaklah perlu sampai begitu. Cari saja melalui Google, beres.

Yang jelas, saya juga tidak sepakat jika penyunting “hanya dipasrahi membereskan urusan-urusan elementer”. Mungkin urusan elementer dipasrahkan saja pada “pemeriksa aksara”, jika tugasnya hanya berkaitan dengan kata yang keliru atau adanya huruf yang tidak tepat pada suatu kata.

Akan tetapi, apa itu "urusan-urusan elementer" dalam sebuah naskah/tulisan? Masak, sih, makna atau arti kata “elementer” saja perlu saya tuliskan juga?

Barangkali saya tidak perlu merepotkan diri dengan menjelaskan arti “elementer” seakan-akan saya sudah mahir berbahasa Indonesia. Pasalnya, sejak SD saya tidak menyukai mata pelajaran Bahasa Indonesia, apalagi pada waktu pelajaran Mengarang, karena saya tidak mendapatkan definisi yang asyik mengenai “mengarang”. Di Kelas III SMP saya tidak suka mengerjakan PR Bahasa Indonesia, dan dikeluarkan dari ruangan oleh guru Bahasa Indonesia saya pada waktu itu.

Nah, anggap saja saya tidak mahir dalam tulis-menulis. Anggap saja saya menulis hanya untuk melanjutkan ketidaksukaan saya pada pelajaran Bahasa Indonesia. Intinya adalah saya gagap dalam berbahasa Indonesia, baik lisan maupun tulisan.

Dengan menganggap begitu (saya tidak mahir), justru menyenangkan saya dalam pembelajaran tulis-menulis, berkarya, dan seterusnya. Dan, selama puluhan tahun ini, anggapan semacam itu semakin menggiatkan saya secara diam-diam untuk mencari informasi mengenai tulis-menulis beserta konvensi-konvensinya.

Di samping itu, tentu saja, saya selalu melakukan apa yang dikatakan oleh A.S. Laksana. Saya berusaha menyunting tulisan saya sendiri semampu saya, bahkan sejak awal saya menyukai hobi yang satu ini.

Menulis dan menyunting sendiri. Saya berusaha dengan keras untuk melakukan kedua hal itu. Saya tidak mau setengah-setengah atau tanggung. Tidak mungkin saya terus-menerus mengandalkan penyunting (editor), apalagi kalau si penyunting andalan meninggal dunia secara mendadak.

Sekarang, anggaplah Anda memang menguasai bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulisan. Anggap juga bahwa Anda memang kreatif dan produktif. Lantas? Ya, terserah Anda sajalah. Gitu aja kok ngepot?

*******
Beranda Khayal, 8-3-2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar