Senin, 16 Maret 2020

Sebuah Media Lokal yang Menyepelekan Fungsi Penyunting dan Penyuntingan


Di rumah selalu tersedia sebuah media massa-cetak lokal. Hari ini, Senin, 16/3 saya membaca sekilas beberapa beritanya, meskipun di hari-hari sebelumnya saya malas membaca media satu ini.

Dulu saya membaca beberapa beritanya. Aduhai kecewanya saya pada hasil kerja sebagian orang media itu. Apakah media satu ini tidak memiliki penyunting (editor)? Apakah media satu ini memang mengabaikan fungsi penyunting?

Setiap hari bergaul dengan kata bukanlah jaminan bahwa semua penggaul benar-benar memahami arti sebuah kata. Yang paling riskan, sebenarnya, adalah penggaul di kalangan media massa, karena media massa merupakan salah satu agen perubahan (Agent of Change).

Menurut saya, terlalu berlebihan jika media “wajib” menyandang tanggung jawab sebagai agen perubahan jika tanpa didukung oleh para awak yang mumpuni. Bermimpi-mimpi tentang perubahan menjadi semakin baik, ternyata yang terjadi justru sebaliknya.

Ada tiga berita yang saya baca, dan kemungkinan besar penayangannya tidak melalui proses penyuntingan yang memadai atau justru bukti atas pengabaian fungsi dan proses.

Buktinya adalah sebagai berikut :

1. Kata “Indoneia” dan “mreraih” yang beritanya tertera di depan (hlm. 1);
2. Kata “insyarat” dan singkatan untuk gelar tertentu yang beritanya tertera di belakang (hlm. 7);
3. Frasa “masing-masing perguruan tinggi dan universitas” dan lain-lain yang tertera di belakang (hlm. 7).




Sepele, ‘kan? Memang sepele, tetapi terlihat jelas kualitas awak medianya yang menyepelekan fungsi penyunting. Belum lagi kalah mau merepotkan diri dengan... Ah, sudahlah!

Dengan tiga berita itu saja membuat saya kembali malas membaca media satu ini. Media yang mengabaikan penyunting dan penyuntingan, apakah keliru kalau perubahan yang dibanggakan itu justru merupakan perubahan ke arah sebaliknya?

Ah, terserahlah.

*******
Beranda Khayal, 16-3-2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar