Di rumah selalu tersedia sebuah media massa-cetak lokal. Hari ini, Senin, 16/3 saya membaca sekilas beberapa
beritanya, meskipun di hari-hari sebelumnya saya malas membaca media satu ini.
Dulu saya membaca
beberapa beritanya. Aduhai kecewanya saya pada hasil kerja sebagian orang media
itu. Apakah media satu ini tidak memiliki penyunting (editor)? Apakah media
satu ini memang mengabaikan fungsi penyunting?
Setiap hari bergaul
dengan kata bukanlah jaminan bahwa semua penggaul benar-benar memahami arti
sebuah kata. Yang paling riskan, sebenarnya, adalah penggaul di kalangan media
massa, karena media massa merupakan salah satu agen perubahan (Agent of Change).
Menurut saya, terlalu
berlebihan jika media “wajib” menyandang tanggung jawab sebagai agen perubahan
jika tanpa didukung oleh para awak yang mumpuni. Bermimpi-mimpi tentang
perubahan menjadi semakin baik, ternyata yang terjadi justru sebaliknya.
Ada tiga berita
yang saya baca, dan kemungkinan besar penayangannya tidak melalui proses
penyuntingan yang memadai atau justru bukti atas pengabaian fungsi dan proses.
Buktinya adalah
sebagai berikut :
1. Kata “Indoneia”
dan “mreraih” yang beritanya tertera di depan (hlm. 1);
2. Kata “insyarat” dan
singkatan untuk gelar tertentu yang beritanya tertera di belakang (hlm. 7);
3. Frasa “masing-masing
perguruan tinggi dan universitas” dan lain-lain yang tertera di belakang (hlm.
7).
Sepele, ‘kan? Memang
sepele, tetapi terlihat jelas kualitas awak medianya yang menyepelekan fungsi
penyunting. Belum lagi kalah mau merepotkan diri dengan... Ah, sudahlah!
Dengan tiga berita itu saja membuat saya kembali malas membaca media satu ini. Media yang mengabaikan penyunting dan
penyuntingan, apakah keliru kalau perubahan yang dibanggakan itu justru merupakan perubahan
ke arah sebaliknya?
Ah, terserahlah.
*******
Beranda Khayal,
16-3-2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar