Sekali lagi, hidup
adalah proses. Tidak ada yang dadakan (instan) atau dengan jalan pintas. Tidak
ada kemudahan karena “kenal juri”, “orang dalam”, atau “bayar sekian”.
Saya tidak pernah
mengalami hidup tanpa proses. Belajar dan berlatih merupakan proses.
Proses pun tidak
seterusnya proses. Harus ada progress. Seperti bersekolah, tidak selamanya duduk di bangku
Kelas I SD. Dan, tidak selamanya di bangku SD.
Oleh sebab progress
sangat penting sebagai bukti atas kemajuan dari proses, sangat penting pula “ujian” untuk penanda hasil dari suatu pembelajaran dan pelatihan, apalagi dilakukan secara autodidak.
Dan ujian pertama yang saya tempuh adalah gambar-menggambar, bukannya
tulis-menulis.
***
A. Dengan Gambar-Menggambar
a. Kartun
1996
1. Harapan II
Lomba Kartun Opini yang diselenggarakan oleh Kevikepan Semarang dan Penerbit
Kanisius Yogyakarta.
2. Juara II
Lomba Karikatur yang diselenggarakan oleh Gereja Katolik Baciro Yogyakarta
Ujian lainnya
berupa persaingan kartun untuk dimuat oleh media massa sejak 1996 juga. Dua puluh (20) tahun
kemudian (2017) saya menerbitkan dua buku kumpulan kartun
saya.
(2017)
(2017)
b. Desain Kaus
Oblong
1996
1. Harapan V Lomba Menggambar Oblong
Yogyakarta yang diselenggarakan oleh B&B dan Harian Bernas.
1999
1. Juara I Lomba Disain Oblong 2000 yang diselenggarakan oleh Mavindo, Yogyakarta.
2002
1. Nomine Lomba Gambar Oblong “Sewindu Rindu Dagadu” yang diselenggarakan oleh
PT Aseli Dagadu Yogyakarta.
B. Dengan Tulis-Menulis
Tidak proses
tulis-menulis tanpa didului dengan baca-membaca. Untuk memahami kartun, saya
pun harus membaca tulisan yang berkaitan dengan kartun, apalagi untuk memahami
tulisan yang disebut apa jenisnya.
Meski pada Semester
I Kelas III A1/Fisika (September 1989) mulai menulis cerita pendek tingkat
remaja, saya tidak pernah menyebutnya sebagai hobi, karena hobi saya dulu
menggambar, bermain sepak bola dan bola voli. Bahkan, bukan “ujian” menulis
cerpen atau fiksi yang saya tempuh, melainkan justru non-fiksi dan itu pada
2000.
Proses, progress,
dan ujian saya tempuh tanpa pernah mengklaim diri sebagai siapa dalam
tulis-menulis. Sementara tulisan saya dimuat pertama kali pada 2000 juga.
a. Non-fiksi
2000
1. Nomine Lomba Menulis Esai HAKI yang diselenggarakan oleh Perhimpunan
Masyarakat HAKI Indonesia (Indonesian Intellectual Property Society/IIPS),
Jakarta.
2. Juara I Lomba Menulis Artikel Opini yang diselenggarakan oleh Harian Bangka
Pos, Babel.
2016
1. Juara I Lomba Penulisan Esai yang diselenggarakan oleh Kantor Bahasa
Kalimantan Timur.
2017
1. Pemenang I Lomba Menulis 17-an di
Kompasiana.Com.
Sementara saya sudah menerbitkan buku-buku kumpulan artikel non-fiksi saya sejak 2016. Tetap saja saya tidak merasa sebagai penulis atau esais.
(2016)
(2016)
(2018)
(2019)
(2019)
(2019)
(2019)
b. Fiksi
Lomba Menulis Cerpen
merupakan ujian selanjutnya dalam tulis-menulis setelah sekitar 10 tahun (sejak SMA) saya
belajar dan berlatih.
2001
1. Pemenang Lima
Besar Lomba Menulis Cerpen yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Sleman.
2003
1. Harapan I Lomba
Menulis Cerpen “Hadiah Tepak” yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian
Bengkalis, Riau.
2. Harapan II Lomba
Menulis Cerpen “Anugerah Sagang” yang diselenggarakan oleh Yayasan Sagang, Riau
2006
1. Cerpen “Di Bawah
Bayang-bayang Bulan” meraih “Pilihan Terbaik Cybersastra Award 2000-2006” yang
diselenggarakan oleh Yayasan Multimedia Sastra (YMS), Jakarta
Sementara cerpen
pertama saya dimuat media massa pada 2000. Pada 2010 cerpen “Kemarau Pun
singgah di Kampung Kami” tergabung dalam buku Antologi Cerpen Temu Sastrawan
Indonesia III “Ujung Laut Pulau Marwah”. Meskipun begitu, saya tidak pernah mengklaim
diri sebagai cerpenis, sastrawan, atau “hobi = menulis cerpen”.
Buku kumpulan cerpen saya juga telah saya terbitkan. Ya, sekadar mengabadikan karya.
(2011)
(2016)
(2018)
(2018)
(2019)
Lomba Menulis Puisi
merupakan ujian yang tahun selanjutnya (2003), bahkan paling nekat bagi saya.
2003
1. Nomine Lomba
Menulis Puisi Rakyat Merdeka yang diselenggarakan oleh Harian Rakyat Merdeka,
Jakarta.
2017
1. Nomine Lomba
Cipta Puisi Krakatau Award yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Lampung.
Ajang semacam
kurasi puisi untuk antologi puisi bersama pun saya ikuti sebagai bagian dari
ujian. Kebetulan ada yang tergabung di sana, misalnya Antologi Puisi Hikayat Secangkir Robusta (Dinas
Pariwisata Prov. Lampung, 2017), Antologi Puisi Jendela Pekalongan (Dewan
Kesenian Kota Pekalongan, 2017), Antologi
Puisi Klungkung:
Tanah Tua, Tanah Cinta (Museum
Seni Lukis Klasik Nyoman Gunarsa, Klungkung, Bali, 2016), Antologi Puisi Karya
250 Penyair Terbaik Indonesia Baju Baru
untuk Puisi & Hal-hal yang Belum Kita Mengerti (Bebuku Publisher,
Surakarta, 2016), Antologi Seribu Puisimini Pilihan Lainnya Aquarium & Delusi (Bebuku Publisher,
Surakarta, 2016), Antologi Puisi Mak Renta (Penerbit Jentera, Jakarta, 2016), Antologi
Puisi Menanam Kenangan (Bebuku
Publisher, Surakarta, 2016), Antologi Puisi Temu Penyair Nusantara Pasie Karam (Dewan Kesenian Aceh Barat
& Disbudpar Aceh Barat, 2016), Antologi Puisi Sahabat
Rose Sajak Embara (Rose Book,
Trenggalek, Jawa Timur, 2016), Antologi Puisi Kampungan Goyang WC (Yabawande - RIC Karya, Semarang, Jawa Tengah, 2016),
Antologi Puisi Di Bawah Payung Hitam
(Proyek Seni Indonesia Berkabung, Yogyakarta, 2015), Antologi Puisi Kalimantan : Rinduku yang Abadi (Dewan
Kesenian Banjarbaru & Disporabudpar Kalsel, 2015), Antologi Puisi Tifa Nusantara 2 (Dewan Kesenian
Kabupaten Tangerang & Disporabudpar Kabupaten Tangerang, Banten, 2015), Buletin Jejak (Forum Sastra Bekasi, Jawa
Barat, 2015), Antologi 153 Penyair Indonesia : Dari Negeri Poci, Negeri Langit (Komunitas Radja Ketjil, Jakarta,
2014), Kitab Antologi Puisi Jilid 2 Sastra Reboan Cinta Gugat (Pasar malaM production, Jakarta, 2012), dan lain-lain.
Sementara saya
selalu tidak menanggapi undangan peluncuran buku puisi, misalnya peluncuran
buku Antologi Puisi
Klungkung:
Tanah Tua, Tanah Cinta di Museum Seni Lukis Klasik Nyoman Gunarsa,
Klungkung, Bali (2016), Temu Penyair Nusantara di Meulaboh, Aceh Barat (2016),
Temu Penyair Tifa Nusantara II di Kabupaten Tangerang, Banten (2015), dan lain-lain.
Sementara buku-buku kumpulan puisi saya sendiri sudah saya terbitkan, yaitu sebagai berikut :
(2016)
(2016)
(2018)
(2018)
Apa pun hasilnya dan berapa pun jumlah buku saya, saya tetap bukanlah penyair. Entah apa hebatnya atau dari mana sumbernya ketika saya menemukan segelintir orang yang bangga atau nekat mengklaim diri mereka adalah penyair tanpa melalui proses yang "berdarah-darah".
Lomba, tepatnya Sayembara
Penulisan Cerita Anak se-Kalimantan
Timur dan Kalimantan Utara 2017 yang
diselenggarakan oleh Kantor Bahasa Kalimantan Timur merupakan ujian yang sangat
serius bagi saya. Meski hanya sampai Harapan VI alias juru kunci, saya sangat
puas.
***
Sejak 2018 saya
tidak menjejak lagi dalam lomba apa pun. Semangat dan daya juang saya sudah rontok. Saya
mau bersantai saja, tidak mau repot bertarung karya, dan tidak silau dengan julukan "penulis", "cerpenis", penyair", atau "sastrawan" dalam tulis-menulis.
Jejak-jejak ujian
yang saya susun secara sederhana ini sekadar mengingat kembali tentang proses demi proses yang pernah saya tempuh, dan kemudian tanpa pernah berani saya klaim
diri saya atau deklarasikan sebagai “siapa” hingga sekarang.
Sekarang, bagaimana
dengan proses Anda? Terserah Anda deh.
*******
Beranda Khayal,
15-3-2020