Kamis, 25 Mei 2017

Terlalu Sering Membaca Tulisan Maka Saya Menulis

Saya menulis karena terlalu sering membaca tulisan. Seperti orang berak atau kencing karena sebelumnya ia makan atau minum.

Bagaimana kalau ia makan atau minum tetapi tanpa pernah berak atau kencing? Mustahil, ‘kan? Atau, kalau saya makan nasi, mustahil, 'kan, saya akan berak berlian atau besi?

Maknanya, apa yang saya tuliskan disebabkan oleh faktor membaca tulisan, entah apa saja tulisan ini.

Kegiatan membaca dan menulis saya mulai ketika :
1. Di rumah semasa SD. Saya membaca surat dari kakak sulung (SMA-nya di Yogyakarta) untuk orangtua, dan orangtua menyuruh saya ikut membacanya. Lalu saya mencoba menulis surat untuk kakak sulung saya. Dan, saya sering membuat surat begitu, sama seperti orang sedang berlatih, lalu dimasukkan ke satu amplop dengan surat orangtua saya.

2. Di kos semasa SMA. Saya rajin membaca buku kumpulan cerita Lupus-nya Hilman. Lalu, kelas III, saya mencoba membuat cerita pendek segaya, dan dimuat di majalah sekolah saya.

3. Di kos semasa kuliah. Saya rajin membaca tulisan di Majalah Humor, Tempo, Forum Keadilan, Kompas, dan lain-lain. Lalu saya pu menulis, khususnya opini dan esai dengan gaya humor dan gaya serius.

4. Di kos semasa akhir kuliah. Saya rajin membaca karya sastra, khususnya cerpen dan puisi. Lalu saya menulis cerpen dan puisi.

Saya tidak sekadar membaca untuk memahami ataupun menikmati isinya. Saya pun akan berusaha memahami tentang penjudulan, alinea pembuka sampai alinea penutup, tata bahasa, gaya bahasa, diksi, ejaan, dan lain-lain.

Dan saya tidak sekadar menulis asal jadi sebuah tulisan. Saya berusaha menulis dengan baik seperti tulisan-tulisan orang hebat sesuai dengan kesukaan (selera) saya. Saya selalu berlatih untuk menghasilkan tulisan-tulisan yang sesuai dengan kesukaan atau selera saya.

Di kemudian hari tulisan-tulisan saya dimuat media massa, dan ada pula yang lolos seleksi-kurasi, bahkan menang suatu lomba, semua itu karena saya rajin membaca dan tekun berlatih tulis-menulis. Ibaratnya lagi, seorang balita akan berak, tentunya ia akan belajar menempatkan posisi pantat dan kaki, yang tergantung jenis jambannya (jongkok atau duduk). Hal tersebut dilatihnya sampai bisa menikmati kegiatan berak hingga membersihkan dirinya sendiri.

Begitu saja sederhananya proses tulis-menulis saya. Tidak ada yang istimewa atau luar biasa.

*******
Panggung Renung Balikpapan, 26 Mei 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar