Saya lebih menyukai
tulis-menulis daripada “bersastra”. Tulis-menulis lebih luwes daripada
bersastra, karena tidak semua tulisan (karya tulis-menulis) “wajib” disebut
sebagai karya sastra.
Kesukaan saya ini
berdasarkan tulis-menulis dan tulisan itu sendiri. Udaran atau umbaran rasa
yang tertulis pun merupakan tulisan; tidak perlu dipaksakan sebagai karya
sastra yang cenderung menggunakan kaidah-kaidah atau norma-norma tertentu.
Maklum saja-lah,
latar pendidikan saya bukanlah Program Studi Sastra. Buku koleksi saya tidak
semuanya adalah buku sastra. Pergaulan sehari-hari saya pun bukanlah di
lingkungan sastrawan. Saya pun enggan menjerumuskan diri beserta tulisan saya ke ranah sastra dan sastrawan.
Contoh paling
gamblang adalah tulisan-tulisan di JPS yang jelas sekali bukan “Jaringan Penulis
Sastra” ini. Saya tidak perlu merepotkan diri dengan tulisan yang berkoridor
sastra. Apa yang singgah di kepala, itulah yang saya tuliskan.
Ya, tulis-menulis
saja-lah. Suka-suka saja-lah. Semau-maunya saja-lah. Sebebasnya saja-lah.
Jangan peduli sebutan. Jangan peduli stempel. Saya hanya mau menikmati pembelajaran
dan pelatihan ini dengan santuy untuk saya sendiri.
Sementara pada
kesempatan lain ada satu-dua tulisan saya masuk ke ranah sastra, tentu saja,
itu saya sengaja setelah memahami genre sastranya. Akan tetapi, mustahil tulisan
ecek-ecek semacam ini saya klaim sebagai puisi, ‘kan?
*******
Beranda Khayal, 28-2-2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar