Selasa, 25 Februari 2020

Belajar dari Sitti yang Berenang Bisa Hamil

Saya sempat tertegun ketika membaca sebuah berita bahwa kehamilan bisa terjadi ketika seorang wanita berenang dengan laki-laki di kolam renang. Pelajaran mengenai “pembuahan” telah saya pelajari di bangku Kelas V SD dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), di bangku SMP dalam pelajaran Biologi, dan di bangku SMA hingga tamat karena jurusan A1/Fisika juga terdapat mata pelajaran Biologi, mau-tidak mau menegunkan saya mengenai berita itu.

“Kehamilan,” kata Komisaris Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang Kesehatan, Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA) Sitti Hikmawatty, “tidak menutup kemungkinan dialami seorang wanita yang sedang berenang dengan laki-laki di kolam renang. Kehamilan yang berindikasi dari kolam renang ini sebagai contoh hamil tak langsung (bersentuhan secara fisik). Pertemuan yang tidak langsung misalnya, ada sebuah mediasi di kolam renang. Ada jenis sperma tertentu yang sangat kuat, walaupun tidak terjadi penetrasi, tapi ada pria terangsang dan mengeluarkan sperma, dapat berindikasi hamil.”

Mengenai hamil tersebut, Sitti mengaku bahwa dirinya mendapat referensi dari sebuah jurnal.Saya dapat referensi dari jurnal luar negeri. Nanti saya kirim jurnalnya,” ujarnya kepada wartawan TribunJakarta di kantornya, Jumat siang, 21/2.

Pernyataan alumnus Akademi Ilmu Gizi Bandung, D-IV Gizi Klinik di Universitas Indonesia, S-2 (2007 -2011) untuk program studi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Universitas Negeri Jakarta, dan periode 2017-2022 merupakan komisaris di lembaga milik pemerintah itu seketika disambut olok-olokan netizen, bahkan sampai dimuat di media asing (23/2). Meskipun kemudian (23/2) Sitti mengklarifikasi bahwa pernyataannya merupakan pernyataan pribadinya, dan Sitti meminta maaf atas pernyataannya, toh olokan beserta “hujatan” telanjur membahana.

*
Saya tidak perlu merepotkan diri dengan mengkritisinya secara mendetail. Saya kembalikan pada diri saya sendiri, dan jujur pada diri sendiri, terlebih pelajaran Mengarang sudah diperkenalkan sejak di bangku SD dan pesatnya internet memudahkan siapa pun memahami tentang tulis-menulis.

Seandainya suatu waktu saya membuat pernyataan tentang karya, tulisan , dan sekitarnya, tetapi ternyata keliru sehingga menuai olok-olokan juga, bagaimana, ya?

Misalnya pernyataan saya benar-benar tidak masuk akal alias konyol. Pernyataan saya sampaikan di sekretariat komunitas. Lalu saya menyebut kata “referensi” dan “menjanjikan” tetapi tidak ada buktinya.

Lantas, bagaimana tanggapan orang-orang?

Paling tidak, latar pendidikan akhir saya (S-1, Sarjana Teknik Program Studi Arsitektur) akan menjadi bahan tanggapan, bahkan lelucon dan olok-olokan. Lalu orang-orang mempertanyakan tentang posisi dan kompetensi saya di komunitas. Lalu orang-orang “meragukan” kapasitas saya dan komunitas. Lalu, bagaimana nanti nasib komunitas gara-gara keberadaan saya yang tidak kompeten. Lalu, lalu, dan seterusnya.

*
Tidak mustahil jika suatu waktu saya bisa “tergelincir” dengan membuat pernyataan yang konyol sekaligus menghebohkan jagat tulis-menulis seperti pernyataan Sitti tadi. Tentu saja sangat memalukan dan memilukan bagi komunitas, selain diri saya sendiri, ‘kan?

Oleh sebab itulah saya tidak berani berbuat konyol dengan pernyataan yang “lucu” bisa mengontaminasi komunitas. Saya memilih dengan “menyendiri” dan membuat JPS ini merupakan sikap kritis saya terhadap kapasitas dan kompetensi saya sendiri. Konsekuensi adalah bagian terpenting yang selalu siap saya terima.

*******
Beranda Khayal, 25-2-2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar