Saya sempat
tertegun ketika membaca sebuah berita bahwa kehamilan bisa terjadi ketika
seorang wanita berenang dengan laki-laki di kolam renang. Pelajaran mengenai “pembuahan”
telah saya pelajari di bangku Kelas V SD dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA), di bangku SMP dalam pelajaran Biologi, dan di bangku SMA hingga
tamat karena jurusan A1/Fisika juga terdapat mata pelajaran Biologi, mau-tidak
mau menegunkan saya mengenai berita itu.
“Kehamilan,” kata
Komisaris Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang Kesehatan,
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA) Sitti Hikmawatty, “tidak
menutup kemungkinan dialami seorang wanita yang sedang berenang dengan
laki-laki di kolam renang. Kehamilan yang berindikasi
dari kolam renang ini sebagai contoh hamil tak langsung
(bersentuhan secara fisik).
Pertemuan yang tidak langsung misalnya, ada sebuah mediasi
di kolam renang. Ada jenis sperma tertentu yang sangat kuat, walaupun tidak
terjadi penetrasi, tapi ada pria terangsang dan mengeluarkan sperma, dapat
berindikasi hamil.”
Mengenai hamil
tersebut, Sitti mengaku bahwa dirinya mendapat referensi
dari sebuah jurnal. “Saya dapat referensi dari jurnal luar negeri. Nanti saya kirim
jurnalnya,” ujarnya kepada
wartawan TribunJakarta di kantornya, Jumat siang, 21/2.
Pernyataan alumnus
Akademi Ilmu Gizi Bandung, D-IV Gizi Klinik di Universitas
Indonesia, S-2
(2007 -2011) untuk program studi
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Universitas Negeri Jakarta,
dan periode 2017-2022 merupakan komisaris di lembaga milik pemerintah itu
seketika disambut olok-olokan netizen, bahkan sampai dimuat di media asing (23/2). Meskipun
kemudian (23/2) Sitti mengklarifikasi bahwa pernyataannya merupakan pernyataan
pribadinya, dan Sitti meminta maaf atas pernyataannya, toh olokan beserta “hujatan”
telanjur membahana.
*
Saya tidak perlu
merepotkan diri dengan mengkritisinya secara mendetail. Saya kembalikan pada
diri saya sendiri, dan jujur pada diri sendiri, terlebih pelajaran Mengarang
sudah diperkenalkan sejak di bangku SD dan pesatnya internet memudahkan siapa
pun memahami tentang tulis-menulis.
Seandainya suatu
waktu saya membuat pernyataan tentang karya, tulisan , dan sekitarnya, tetapi
ternyata keliru sehingga menuai olok-olokan juga, bagaimana, ya?
Misalnya pernyataan
saya benar-benar tidak masuk akal alias konyol. Pernyataan saya sampaikan di
sekretariat komunitas. Lalu saya menyebut kata “referensi” dan “menjanjikan”
tetapi tidak ada buktinya.
Lantas, bagaimana
tanggapan orang-orang?
Paling tidak, latar
pendidikan akhir saya (S-1, Sarjana Teknik Program Studi Arsitektur) akan
menjadi bahan tanggapan, bahkan lelucon dan olok-olokan. Lalu orang-orang mempertanyakan
tentang posisi dan kompetensi saya di komunitas. Lalu orang-orang “meragukan”
kapasitas saya dan komunitas. Lalu, bagaimana nanti nasib komunitas gara-gara
keberadaan saya yang tidak kompeten. Lalu, lalu, dan seterusnya.
*
Tidak mustahil jika
suatu waktu saya bisa “tergelincir” dengan membuat pernyataan yang konyol
sekaligus menghebohkan jagat tulis-menulis seperti pernyataan Sitti tadi. Tentu
saja sangat memalukan dan memilukan bagi komunitas, selain diri saya sendiri,
‘kan?
Oleh sebab itulah
saya tidak berani berbuat konyol dengan pernyataan yang “lucu” bisa
mengontaminasi komunitas. Saya memilih dengan “menyendiri” dan membuat JPS ini
merupakan sikap kritis saya terhadap kapasitas dan kompetensi saya sendiri.
Konsekuensi adalah bagian terpenting yang selalu siap saya terima.
*******
Beranda Khayal, 25-2-2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar