Kegiatan
tulis-menulis merupakan salah satu hobi bagi siapa pun yang bukan jurnalis,
panitera, atau penulis profesional. Saya juga menjadikan kegiatan satu ini
sebagai hobi, karena bidang saya adalah merencana, merancang, dan melaksanakan
terwujudnya sebuah bangunan.
Setiap orang
memiliki hobi yang berbeda-beda, dan mengolah-kelola waktu luang dengan cara
masing-masing. Oleh karena itu saya tidak bisa mengajak orang lain untuk
memiliki hobi yang sama dengan saya.
Saya melakukan saja
sendiri tanpa perlu merepotkan diri dengan mengajak, menganjurkan, atau
mengompori orang lain, meski pernah terlibat (2009-2014) dalam sebuah komunitas
yang sebagian anggotanya sering mengajak, menganjurkan, dan mengompori orang
lain untuk menggemari tulis-menulis. Untuk konsisten saja sudah cukup menyita
perhatian, tenaga, uang, dan waktu, apalagi kalau nekat mengajak orang lain.
Tidak ketinggalan anjuran untuk mengikuti kompetisi tulis-menulis, baik pemuatan media massa di daerah lain atau nasional maupun perlombaan terbuka. Karena hobi yang dilakukan secara autodidak, mau-tidak mau, kompetisi menjadi bagian terpenting untuk menguji kemampuan atau hasil dari autodidak itu.
Persoalan utama yang saya temui dalam komunitas yang "mengajarkan" perihal tulis-menulis di Balikpapan adalah mayoritas anggotanya tidak konsekuen, apalagi konsisten, menjadikan diri mereka sebagai contoh hidup-nyata. Kalau hanya menganjurkan atau mengompori, mudah saja dilakukan.
Sudah begitu, bagaimana selanjutnya dengan karya (tulisan)? Mau dijadikan bahan obrolan saja ataukah apa?
Tidak ketinggalan anjuran untuk mengikuti kompetisi tulis-menulis, baik pemuatan media massa di daerah lain atau nasional maupun perlombaan terbuka. Karena hobi yang dilakukan secara autodidak, mau-tidak mau, kompetisi menjadi bagian terpenting untuk menguji kemampuan atau hasil dari autodidak itu.
Persoalan utama yang saya temui dalam komunitas yang "mengajarkan" perihal tulis-menulis di Balikpapan adalah mayoritas anggotanya tidak konsekuen, apalagi konsisten, menjadikan diri mereka sebagai contoh hidup-nyata. Kalau hanya menganjurkan atau mengompori, mudah saja dilakukan.
Sudah begitu, bagaimana selanjutnya dengan karya (tulisan)? Mau dijadikan bahan obrolan saja ataukah apa?
Kegiatan tulis-menulis
pun, bagi saya, tidak cukup sampai pada karya (tulisan), melainkan terabadikan
dalam buku yang saya biayai sendiri, kecuali kumpulan kartun yang mendapat
donasi dari pihak lain. Puisi, cerpen, esai, dan lain-lain menjadi buku-buku
kumpulan karya tunggal sejak 2016-2019.
Dengan apa yang
saya mampui, semua buku saya olah-kelola sendiri hingga, mau-tidak mau, saya
harus mengeluarkan biaya untuk memiliki penerbit berbadan hukum sendiri pada
2018 karena berkaitan dengan standar literasi dalam bentuk ISBN.
Tulis-menulis
memang hobi individual. Alat tulis dan seorang diri. Tidak perlu membuat sebuah
tulisan dengan keroyokan.
Dan, saya menikmati hobi satu ini tanpa perlu merecokinya dengan ambisi menjadi terkenal dan kaya-raya. Apa adanya saja-lah.
Dan, saya menikmati hobi satu ini tanpa perlu merecokinya dengan ambisi menjadi terkenal dan kaya-raya. Apa adanya saja-lah.
*******
Beranda Khayal,
23-2-2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar