Jumat, 28 Februari 2020

Ketika Genre Mengakomodasi Gagasan


Gagasan selalu ada, dan sering kali saya menemukannya hanya ketika bangun tidur. Tinggal bagaimana “kecenderungan” dan “suasana hati” (mood) menarik setiap jemari saya untuk membuat himpunan garis (gambar) atau aksara (tulisan).

Suatu himpunan hanya pengganti dari kata “genre”. Kalau dalam aksara, ya, misalnya puisi, prosa, esai atau opini, gombal, dan seterusnya. Kalau dalam garis, ya, misalnya kartun, sketsa, atau sekadar menuangkan gagasan yang singgah.


Saya jarang sekali dilupakan oleh gagasan, terlebih ketika usai menyeruput secangkir kopi. Hanya saja, setiap gagasan mendadak singgah, belum tentu saya mampu merampungkannya menjadi sebuah karya dalam sekejap.

Puisi, misalnya. Terkesan sepele, bisa dengan beberapa baris dan bait. Saya bisa "bersembunyi" dengan metafora untuk mengungkapkan sesuatu, memainkan rima, dan menyusun dalam baris dan bait agar bisa menjadi sepucuk puisi.

Akan tetapi, apakah tulisan yang saya anggap sebagai puisi itu memang patut disebut puisi?

Cerpen, misalnya lagi. Saya perlu memahami definisi cerpen dan seluk-beluknya, sehingga saya bisa menyebut tulisan saya bergenre prosa.

Akan tetapi lagi, apakah tulisan yang saya anggap sebagai cerpen itu memang patut disebut cerpen?

Lalu tulisan atau gambar, yang saya gunakan untuk mengakomodasi gagasan saya. Apakah gagasan saya berhasil “mengendarai” genre-genre itu?

Mau-tidak mau saya tetap kembali pada konvensi mengenai puisi, prosa, sketsa, kartun, dan lain-lain. Saya menghindar dari jebakan “klaim pribadi”, meski tetap saja saya mengakomodasi gagasan saya sesuka-suka saya.

Kebetulan saya telah melewati masa “mencari jati diri” atau ketenaran. Jebakan ketenaran atau pengultusan diri alias berhala diri telah saya sadari, dan saya akan selalu menghindari dari setiap jebakan di antara masa-masa berkreasi saya.

Dengan kesadaran sebagai “bukan siapa-siapa”, saya tidak usah merecoki diri sekaligus membebani diri saya untuk mengakomodasi gagasan ke genre-genre yang saya pilih tanpa menolah-noleh pada dakwaan atau vonis siapa pun. Saya merdeka dengan pilihan saya dalam gambar dan tulisan.

Demikianlah karya berbentuk garis dan tulisan yang kemudian terkumpul dalam buku-buku tunggal saya. Kumpulan puisi, cerpen, gombal, esai, kartun, dan lain-lain merupakan bukti yang nyata, meski saya kerjakan semua dengan keterbatasan saya.

Dengan keterbatasan-keterbatasan yang manusiawi, saya kerjakan semua menjadi buku tanpa beban “palsu” (dakwaan atau vonis dari banyak kalangan). Dan sebenarnya saya hendak mengatakan bahwa Anda juga mampu, bahkan lebih mampu melakukannya.

*******
Beranda Khayal, 29-2-2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar