Suatu hari akun media
sosial saya diajak bergabung ke sebuah grup yang berkaitan dengan karya sastra.
Serta-merta saya menolaknya, karena nama grup itu sangat tidak serius. Di
samping itu, si pengajak belum konsisten dan konsekuen dalam berkarya sastra.
Sudah saya tolak,
beberapa hari kemudian saya diajak bergabung lagi. Tentu saja saya menolak
lagi.
Apakah saya angkuh
gara-gara menolak ajakan tersebut?
Jujur saja, saya
tidak bisa bergabung dengan sekelompok orang yang tidak konsisten dan konsekuen
dalam berkarya sastra, atau tulis-menulis. Saya lebih suka bersendiri saja, dan
saya telah membuat kelompok sendiri, yaitu Jaringan Penulis Sendirian (JPS).
Bagi saya, berkarya
sastra atau berkegiatan tulis-menulis merupakan kegiatan belajar, berlatih, dan
berproduksi. Saya sendiri masih terus belajar secara diam-diam. Kalau tidak
belajar pada sastrawan atau penulis lainnya yang mumpuni, paling tidak, ya,
belajar pada media internet, semisal pusat pembinaan bahasa Indonesia.
Meski bidang
pendidikan akhir adalah teknik bangunan, saya tidak bisa menyepelekan pembelajaran
tulis-menulis untuk diri saya sendiri, terutama kaidah-kaidah yang “wajib” saya
taati. Misalnya saja, ejaan yang disempurnakan atau kata baku. Saya masih belajar
perihal kaidah elementer semacam itu melalui internet.
Berkaitan dengan
ajakan bergabung dengan sebuah grup tadi, beberapa persoalan “kecil” terlihat
jelas. Belum lagi ketika saya sempat membaca sebagian karya yang terpajang dengan genre tertentu. Aduhai
nian!
Saya tidak mau
terlibat dalam urusan kebelumtuntantasan memahami perihal tulis-menulis beserta
kaidah-kaidahnya. Kalau di situs JPS masih terdapat banyak kesalahan dalam
tulis-menulis, jelaslah itu kesalahan saya sendiri, apalagi saya masih belajar tulis-menulis. Tidak perlu membawa tameng “kebersamaan”
untuk kesalahan diri sendiri, ‘kan?
Sekian saja dari saya.
*******
Beranda Khayal,
22-2-2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar