Lebaran 1438 H atau
2017 M adalah awal saya keluar dari “pertapaan”. Ada niatan untuk kembali
mengunjungi beberapa orang yang pernah saya kenal dalam masa keaktifan saya
berkesenian (tulis-menulis) sebelum 18 Oktober 2014. Salah seorang di antaranya
adalah Arif er Rahman–seorang redaktur tetap di Harian Tribun Kaltim.
Kalau pada lebaran
tahun sebelumnya saya hanya mengirimkan pesan singkat (SMS) sebagai ganti atas
ketidakhadiran saya, lebaran kali ini saya sengaja tidak mengirimkan SMS karena
saya berniat hadir di rumahnya.
Di Fb saya memang menghapus pertemanan dengan Arif karena saya mau fokus berkarya saja setelah lelah menghadapi kenyataan sampai 18 Oktober 2014 itu (baca juga Sengaja Menghapus Pertemanan di Media Sosial). SMS terakhir (masih saya simpan) dengan Arif adalah ketika saya menang lomba esai 2016 karena, ternyata, Arif anggota dewan juri, termasuk Sofie.
"Tulisan Gus Noy paling menonjol dan sangat esai. Selamat," katanya pada 10 November 2016, pukul 13.54 WITA, meski ketika lomba aku tidak mencantumkan nama dan simbol-simbol tertentu sebagai penanda siapa penulisnya.
Lebaran hari ke-3, ketika itu saya mulai keluar, yaitu ke rumah Alfian Syah di Manggar. Di sana saya dan Alfian berniat mengunjungi Arif. Jam berapanya, Alfian berjanji akan mengabari. Ternyata tidak ada kabar.
Ya, sudah. Saya
tidak bisa-biasa melanggar janji dengan orang lain. Mending tidak berjanji
daripada akhirnya dilanggar/ingkari.
“Bang, bang arif kena stroke. Sekarang lagi
di rawat di rskd. Ini aku mau jenguk dia,” tulis Alfian di kotan pesan Fb
pada 1 Juli 2017 pukul 11.52 WITA.
Aduh!
“Keadaan koma bang. Nda ke rskd kah bang? Aku
mau ke sana ini.”
Saya segera
menyiapkan diri untuk menjenguk Arif di RS Kanujoso Djatiwibowo. Pukul 12.15
saya langsung berangkat dengan tidak membawa ponsel. Saya pikir, nanti bisa
langsung saya tanya ke bagian informasi di rumah sakit.
Memasuki gedung
baru yang di lantai dua-nya Arif terbaring, saya sempat bertemu Agus Sudiarsa, Nina
(istrinya Agus Sudiarsa) dan Dewi (istrinya Wisnu Lubis). Saya langsung
menanyakan kamar rawat Arif pada Agus Sudiarsa. “Ada di Ruang Teratai Lantai
Dua, Bang,” jawab Agus Sudiarsa.
Sebelum beranjak ke
lantai dua, saya bersalaman dengan Nina dan Dewi. Mereka pangling karena penampilan saya berubah. Rambut pendek, dan badan
kurus. Ya, terakhir ketemu mereka pada 2014 dengan rambut gondrong dan badan
gempal.
Keluar dari lift
lantai dua saya bertemu Lukman Hakim dan entah siapa lagi. Saya tidak sempat
berjabatan untuk mengucapkan “Mohon Maaf Lahir dan Batin” karena fokus saya
menjenguk Arif. Saya pikir, nanti saja dulu, setelah menemui Arif, barulah saya
akan menemui mereka.
Di pintu Ruang
Teratai saya melihat Mbak Ning, istrinya Arif. Di dekat situ terlihat Cita
sedang duduk di lantai dengan tiga orang kawan, entah siapa. Saya mengucapkan
salam dan “Mohon Maaf Lahir dan Batin” dengan menyebutkan nama saya karena
penampilan saya berubah setelah sempat berlebaran ke rumah mereka pada 2013 (lebaran 2014 saya sedang berada di Kupang, NTT, dan hanya bisa mengucapkan via SMS). Lalu
saya segera ke ruang Arif.
Arif tergeletak.
Masih dalam kondisi tidak sadarkan diri. Peralatan medis berada di muka dan
lengannya. Saya tidak bisa mengucapkan apa-apa selain tertegun. Hanya doa
mengalir dalam hati saya.
Sekian menit
kemudian saya keluar, dan menemui Mbak Ning, Cita, dan lain-lain. Saya pun
menyapa Cita, bersalaman, dan mengucapkan “Mohon Maaf Lahir dan Batin”. Cita
sangat pangling sebab ngobrol
terakhir dengan Cita dalam acara IAI pada 2013.
Lalu saya beranjak
sejenak untuk menemui Lukman Hakim. Rupanya, Lukman Hakim sudah tidak terlihat.
Ya, sudah, saya kembali bersama Cita, ngobrol lagi.
Lebih satu jam
berselang, Alfian pun datang. Dan seterusnya, sampai dua jam lebih saya berada
di rumah sakit.
*******
Panggung Renung
Balikpapan, 2 Juli 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar