Kamis, 06 Juli 2017

Mencoba Suatu Kondisi Tim Peserta Sayembara Arsitektur

Mencoba suatu kondisi kerja tim peserta sayembara arsitektur, meski secara nama tidak menjadi bagian mereka, tentunya, berbeda dengan kondisi lainnya ketika secara individual (sendirian) menjadi peserta lomba menulis esai, cerpen, puisi, atau merancang gambar kaus oblong, kartun-karikatur, atau pula tim bola voli SMP.
Suatu waktu kelak aku akan menjadi peserta sayembara atau lomba merancang suatu bangunan (arsitektur) juga. Sekarang belajar dulu. Ya, belajar memang tidak terbatas pada status pendidikan sebagai pelajar atau mahasiswa, melainkan ketika sudah terjun dalam dunia profesional.
Setiap sayembara, lomba atau pertarungan karya, bagiku, merupakan sebuah ujian non-formal. Sementara setifikat, piagam penghargaan, atau piala adalah penanda atas suatu hasil ujian saja.
Aku orang kampung pelosok. Aku sudah melompat laut. Aku sudah pergi ke sana-sini. Ujian hidup sudah biasa. Mencoba masuk dalam suatu ujian hidup berlabel "lomba", sudah bukan satu-dua kali kuhadapi. Hanya perlu persiapan (belajar) lagi jika hendak mencoba turun ke arena pertarungan karya.
Untuk menghadapi sebuah ujian, tentunya, belajar menjadi kunci awal. Belajar dengan cara mencari referensi, definisi, substansi, dan seterusnya. Belajar, dan belajar. Ya, selagi pikiran masih normal alias belum pikun, stroke, atau mati.
Menghadapi ujian melalui suatu sayembara atau lomba juga merupakan suatu ajang uji nyali. Nyali berkaitan dengan kemampuan (kapasitas) berpikir, kesempatan sekaligus kesiapan mental menghadapi kemungkinan terbaik ataupun terburuk, dan, bisa ditambah, harga diri. Harga diri? Aku anggap harga diri sangat tidak penting, entah bagi orang lain. Kemampuan berpikir berkait pada pemanfaatan pengetahuan, pemahaman terhadap suatu topik, dan lain-lain. Dan, kemungkinan-kemungkinan yang menyublim ke arah entah.
Terakhir, menang-kalah, anggap saja nasib atau takdir. Tidak perlu repot-repot. Aku sudah sering ikut pertarungan karya (lomba atau sayembara), sudah biasa kalah dan belum terbiasa menang. Sudah nasibku begitu.
Hal inilah yang kusampaikan kepada kawan-kawan yang tergabung dalam tim peserta sayembara arsitektur. Mereka belum terbiasa mengikuti suatu pertarungan karya, dan, baguslah, sudah berkenan untuk mencoba bertarung.
Ah, nulis apa, sih, aku ini?!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar