Setelah 22 Juli
adalah 24 Juli.
Ini seperti ketika bapakku meninggal dunia.
Ambil saja semuanya.
Jangan nyawaku.
Sudah kehilangan antusiasme. Sudah kehabisan asa mengenai pemahaman. Sebab, pemahaman ternyata tidak penting, dan kejengkelan-kebencian menjadi ujung tombaknya.
Aku sudah membuktikan, tidaklah mudah memahami gabungan dua-tiga kata atau frasa. Aku bukanlah jenis orang suka memfitnah. Prinsipku, mending diam daripada memfitnah.
Mendatangi
Aku menyanggupi permintaan datang ke sebuah tempat sekaligus, kupikir, bisa menjelaskan ketidakjelasan informasi dan fakta. Aku bukanlah tipe pengecut karena aku sadar posisiku.
Sebelumnya, aku sama sekali tidak memiliki uang untuk membeli bensin eceran. Berapa harga bensin eceran? Rp. 8.000,00. Tidak ada uang segitu? Sumpah demi Pencipta yang menyaksikan hidupku!
Tidak ada orang yang percaya bahwa aku sama sekali tidak memiliki uang. Ketika aku jujur, tetap saja tidak seorang pun percaya. Hanya istriku yang mengenal aku, ternyata.
Seorang kawan menransfer Rp.50.000,00. Tapi, terpotong biaya administrasi, aku tidak bisa mencairkan transferan itu. Maaf, Bro.
Pagi itu, pkl. 08.00-an, aku sudah sampai di tempat. Baru bisa bertemu pkl.09.00-an. Sebentar berbincang soal...
Berapa Lamakah...
Pertanyaan termudah, berapa lamakah, ternyata tidak terjawab dengan semestinya. Jawabannya melenceng ke mana-mana, sampai ke urusan iuran segala. Luar biasa.
Mereka sudah memiliki SIM (Surat Izin Mengemudi) tetapi tidak mampu menjawab "berapa lamakah SIM jadi". Yang mereka jawab adalah proses pembuatan SIM, proses pembuatan KTP, proses menggali lubang kubur, dan lain-lain. Sama sekali tidak menjawab "waktu" melalui "berapa lamakah".
Sudah gagal paham (gagal memahami pertanyaan atau frasa), masih juga kecewa padaku. Gila! Sumpah mati, benar-benar gila! Mereka kompak membenci aku!
Jujur, aku menangis, dan itulah tangisan setelah bapakku meninggal dunia pada 11 Maret 2016. Aku tidak mampu marah karena, kupikir, sangat percuma memarahi orang yang sama sekali sudah memasang tembok kebencian. Maka aku segera keluar dari "arena".
Ya, Tuhan, aku benar-benar putus asa atas pemahaman itu. Tamatlah riwayat itu. Jangan kembalikan aku pada mereka, Tuhan. Jauhkan aku dari amarah, dan biarkan aku menangis sepanjang jalan pulang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar