Sebagian orang
hebat mengatakan bahwa salah satu kunci kesuksesan atau keberhasilan adalah
disiplin. Disiplin dalam belajar. Disiplin dalam berlalu lintas. Disiplin dalam
bekerja. Disiplin menambah ilmu pengetahuan. Disiplin mengamati perkembangan
zaman. Disiplin mengembangkan diri. Dan lain-lain, termasuk dalam proses
tulis-menulis.
Disiplin tidak
mudah jika kata “disiplin” terjebak dalam pemahaman makna yang sempit
seakan-akan disiplin itu kaku, statis, dan monoton, yang secara keseluruhan
memperlihatkan suatu kegiatan yang sangat mengekang kebebasan. Kalau disiplin
dikonotasikan dengan kaku, statis, dan monoton, ya, selamat bersusah-kesah
melulu. Lho mengapa begitu?
Begini.
Tulis-menulis, gambar-menggambar, nyanyi-menyanyi, mancing-memancing, dan
kegiatan lainnya merupakan sebuah pilihan. Setiap orang memiliki kebebasan
untuk memilih, termasuk memilih suatu kegiatan, bukan?
Kebebasan berkaitan
erat dengan kesenangan sebab semua orang ingin bebas, dan senang sekali kalau
bisa bebas. Kegiatan yang menyenangkan, kata orang, adalah kegemaran atau hobi.
Setiap orang memiliki hobi, bukan?
Seseorang yang
memiliki hobi atau kegiatan yang menyenangkan sekaligus membebaskan dirinya untuk
mengaktualisasikan kemampuan kemanusiaannya (kreativitas), tidak jarang, itulah
yang akan dilakukannya secara terus-menerus (kontinyu), walaupun dengan suatu
keterbatasan tertentu, semisal alat atau media. Oleh sebab senang dan bebas,
tidak jarang pula, justru menghasilkan sesuatu, minimal keriangan dalam
dirinya.
Oh iya, tadi ada
kata “terus-menerus”. Terus-menerus tidak terlepas dari suatu kedisiplinan. Dalam
tulis-menulis juga membutuhkan kedisiplinan itu. Disiplin dalam proses.
Disiplin dalam pencarian informasi. Disiplin dalam gagasan. Ujungnya, disiplin
dalam produksi (hasil). Oleh sebab tulis-menulis merupakan hobi, semua bentuk
kedisiplinan itu seringkali tidak terpikirkan, atau tidak menjadi bebas. Bukankah
suatu kesenangan selalu dilakukan tanpa terasa adanya beban?
Hobi dan disiplin
dalam waktu bersamaan dan berkelanjutan adalah keniscayaan untuk menghasilkan
suatu karya tulis-menulis yang baik. Baik di sini bukan saja tulisan sesuai
dengan kaidah tulis-menulis melainkan pula sebuah tulisan yang memiliki suatu
dampak tertentu, khususnya bagi pembaca tulisan. Dan, hobi tulis-menulis ini
pun bukan berarti karena memang profesinya, misalnya panitera, jurnalis,
sekretaris, dan seterusnya.
Ketika
tulis-menulis merupakan sebuah pilihan hobi, kesadaran terhadap diri sendiri
sangat diperlukan. Sadar bahwa dirinya menyukai; sadar bahwa dirinya ingin
semakin berkembang; sadar bahwa dirinya suka berlatih; sadar bahwa disiplin
pribadi akan membawanya ke suatu tahap yang disebut berhasil (sukses).
Keberhasilan suatu
kegiatan tulis-menulis adalah produk (tulisan) itu sendiri. Keberhasilan pada
tahap ini sudah cukup bagus. Agar bisa bagus dan semakin bagus, tentu saja,
harus tekun berlatih atau berproses. Ketekunan ini, oleh sebab kesadaran atas
hobi bahkan dilandasi rasa cinta atas pilihan, niscaya kesuksesan akan diraih
pada suatu waktu, dan waktu-waktu lainnya.
Contoh orang-orang
yang berhasil, yaitu Mochtar Lubis, Arswendo Atmowiloto, Seno Gumira Ajidarma,
dan lain-lain, yang memang dilatarbelakangi oleh profesi sebagai jurnalis.
Kedisiplinan karena profesi alias tuntutan pekerjaan, dan karena memang mereka
menyukai.
Contoh lainya, yang bukan karena profesi jurnalis, yaitu Saut Situmorang, Puthut E.A., Eka Kurniawan, Raditya Dika, dan lain-lain, bahkan seorang Denny Siregar. Kedisplinan dalam proses tulis-menulis dilakukan karena kesenangan atas pilihan (hobi). Mereka tidak terpaksa melakukan kedisiplinan tetapi menyukai pilihan tulis-menulis itu.
Contoh lainya, yang bukan karena profesi jurnalis, yaitu Saut Situmorang, Puthut E.A., Eka Kurniawan, Raditya Dika, dan lain-lain, bahkan seorang Denny Siregar. Kedisplinan dalam proses tulis-menulis dilakukan karena kesenangan atas pilihan (hobi). Mereka tidak terpaksa melakukan kedisiplinan tetapi menyukai pilihan tulis-menulis itu.
Oleh karena hobi
yang disadari dan dinikmati sebagai suatu kebebasan, kedisiplinan bukan lagi
sesuatu yang kaku, statis, atau monoton, melainkan bagian dari proses itu
sendiri. Kedisiplinan untuk berproduksi pun dilakukan dengan semangat
riang-gembira. Tidak heran jika kemudian mereka selalu menghasilkan
tulisan-tulisan yang bermutu, dan nama mereka pun terkenal pada suatu waktu.
*******
Panggung Renung
Balikpapan, 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar