18 Oktober 2014 sebagai tonggak kepergian saya dari
segala kegiatan bersastra, baik baca puisi, kelas menulis ini-itu, kumpul
seniman maupun berkomunitas, semacam Malam
Puisi Balikpapan, di Balikpapan. Menyepi dan mengolah-mengelola kata-kata
menjadi keseharian saya.
Saya sangat menikmati semua itu dengan penuh kesadaran
diri bahwa karya menjadi keutamaan, dan berskala melampaui wilayah “kandang”
sendiri (Balikpapan). Karya merupakan eksistensi saya. Berkarya sastra
merupakan kegiatan individual yang eksistensial-aktual, dan saya lakukan
terus-menerus sampai kelak saya tidak mampu lagi melakukannya.
Beberapa tahap-tahap proses eksistensialitas berkarya
tersebut saya catatkan :
2017
CERPEN :
1. Menguburkan Anjing disiarkan oleh Nusantaranews, 26 April.
2. Sebuah Pesanan Gambar Bangunan disiarkan oleh Biem, 25 April
3. Boy disiarkan oleh Banjarmasin Post, 23 Juli
1. Menguburkan Anjing disiarkan oleh Nusantaranews, 26 April.
2. Sebuah Pesanan Gambar Bangunan disiarkan oleh Biem, 25 April
3. Boy disiarkan oleh Banjarmasin Post, 23 Juli
CERITA ANAK :
1. Berlibur di Kebun menjadi juru kunci para pemenang (nomor 15 dari 15 pemenang) Sayembara Penulisan Cerita Anak se-Kaltim dan Kaltara 2017, yang diumumkan pada 28 Oktober 2017, dan disiarkan di Kaltim Post. (http://www.kliksamarinda.com/berita-6921-ini-para-pemenang-sayembara-penulisan-cerita-anak-kantor-bahasa-kaltim-2017-.html)
PUISI :
1. Dua puisi (Mengendarai Kalong Menuju Lenamu, dan Sekelebat Tiada Kudapat) lolos kurasi untuk buku antologi puisi Jendela Pekalongan (Dewan Kesenian Kota Pekalongan, Jawa Tengah), Pengumuman pada 25 Juli.
2. Puisi Selembar Daun Sahang Mencari Serambut Akar masuk nominasi 10 besar (nomor 7) dalam Lomba Cipta Puisi Krakatau Award 2017 (Dinas Pariwisata Provinsi Lampung), dan bergabung dengan puisi lainnya untuk buku antologi puisi Hikayat Secangkir Robusta yang berisi 50 puisi terpilih.
ESAI :
1. Mungkinkan Menerbitkan Buku Tanpa Penerbit dan ISBN? dipajang di blog Indie Book Corner (https://www.bukuindie.com/mungkinkah-menerbitkan-buku-tanpa-penerbit-dan-isbn/) pada 25 Juli, setelah mendapat predikat "Headline" di blog Kompasiana pada 26 Juni.
2. Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia diganjar menang pertama dalam Flashblogging Kompasiana 17 Agustusan (http://www.kompasiana.com/kompasiana/599f4a871ceeef5590198ba2/inilah-para-jawara-yang-menaklukkan-kompasiana17an)
2. Puisi Selembar Daun Sahang Mencari Serambut Akar masuk nominasi 10 besar (nomor 7) dalam Lomba Cipta Puisi Krakatau Award 2017 (Dinas Pariwisata Provinsi Lampung), dan bergabung dengan puisi lainnya untuk buku antologi puisi Hikayat Secangkir Robusta yang berisi 50 puisi terpilih.
ESAI :
1. Mungkinkan Menerbitkan Buku Tanpa Penerbit dan ISBN? dipajang di blog Indie Book Corner (https://www.bukuindie.com/mungkinkah-menerbitkan-buku-tanpa-penerbit-dan-isbn/) pada 25 Juli, setelah mendapat predikat "Headline" di blog Kompasiana pada 26 Juni.
2. Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia diganjar menang pertama dalam Flashblogging Kompasiana 17 Agustusan (http://www.kompasiana.com/kompasiana/599f4a871ceeef5590198ba2/inilah-para-jawara-yang-menaklukkan-kompasiana17an)
BUKU
Buku Swakelola :
A.
Kumpulan Kartun :
1.
Potret Diri Oji
2.
Tersenyum Pun Boleh
=======================================
2016
LOMBA
1.
Juara I Lomba Menulis Esai Se-Kaltim & Kaltara,
Kantor Bahasa Kaltim.
BUKU
Buku Swakelola :
A.
Kumpulan Puisi :
1.
Cinta Usang
2.
Napak Tilas
B.
Kumpulan Cerpen :
1.
Rambo
2.
Aku Ingin Menjadi Malam
3.
Gadis yang Mengendarai Ombak
C.
Kumpulan Esai :
1.
Belajar Peta Indonesia
2.
Siapa Mengontrol Siapa
D.
Kumpulan Gombal :
1.
Gombalmukelo
Buku Bersama, baik melalui lomba maupun kurasi :
1.
Antologi Puisi Puisi
Klungkung: Tanah Tua, Tanah Cinta (Museum Seni
Lukis Klasik Nyoman Gunarsa, Klungkung, Bali, 2016)
2.
Antologi Puisi Karya 250 Penyair Terbaik
Indonesia Baju Baru untuk Puisi &
Hal-hal yang Belum Kita Mengerti (Bebuku Publisher, Surakarta, 2016)
3.
Antologi Seribu Puisimini Pilihan Lainnya Aquarium & Delusi (Bebuku Publisher,
Surakarta, 2016)
4.
Antologi Puisi Menanam
Kenangan
(Bebuku Publisher, Surakarta, 2016)
5.
Antologi Puisi Mak
Renta (Penerbit Jentera, Jakarta, 2016)
6.
Antologi Puisi Temu Penyair Nusantara Pasie Karam (Dewan Kesenian Aceh Barat
& Disbudpar Aceh Barat, 2016)
7.
Antologi Puisi Sahabat Rose Sajak Embara (Rose Book, Trenggalek, Jawa Timur, 2016)
8.
Antologi Puisi Kampungan Goyang WC (Yabawande - RIC Karya, Semarang, Jawa Tengah, 2016)
2015
PUISI :
1. Forum Sastra Bekasi (FSB), Jawa Barat, dalam rangka ulang tahunnya yang ke-4, dan dimuat dalam
Edisi Khusus Puisi Buletin Jejak
edisi 49, April 2015. Ada dua puisi saya yang terpilih, yaitu Secangkir Kopi Hitam Kafe Batam, dan Penyair Mawar.
Secangkir Kopi Hitam Kafe Batam
Siang yang basah tidak menyisakan kisah
Paha dada ayam goreng berkurung tepung
Dalam adukan lingerie mi goreng
Pada secangkir kopi hitam temaram
Berpayung merek minuman ringan
Yang ada hanya kertas-kertas
Berkisah air mata merembes
Kata-kata dari kaki-kaki kepala-kepala
Disirami sinar rembulan memantul
Pada batang-batang pensil warna
Yang ada hanya kertas-kertas
Berkisah licinnya jalan yang ingin
Ditempuh tanpa peduli batu duri sembilu
Siang yang basah telah
Menyesahkan dirinya
Sendiri
Dari pagi yang terdampar dalam
Kamar pakaian bergelayut bayi raksasa
Memanggil seorang penjaga untuk pergi
Mencari senja dalam secangkir kopi hitam
: Kertas-kertas telah terbakar!
*******
Bekasi, 2006
Penyair Mawar
1.
Penyair
lahir dari kuncup mawar
Memercik
semburat warna
Redup
saat mekar kelopaknya
2.
Penyair
lahir dari duri mawar
Perih
membakar dada
Nyeri
menyala kata
3.
Penyair
lahir dari daun mawar
Tekun
memasak kata menghijau
Kering
gugur sebelum mekar kelopak
4.
Penyair
lahir dari tangkai mawar
Tegar
dalam tiupan badai angin ngilu
Teguh
di antara batang pohon angkuh
5.
Penyair
lahir dari aroma mawar
Semerbak
pentas semarak suasana
Sebentar
hampa diterpa rupa-rupa udara
*******
Kebun
Karya - Balikpapan, 2015
2. Dewan
Kesenian Kabupaten Tangerang (DKKT) dan Dinas Pemuda
dan Olah Raga, Budaya, dan Pariwisata (Disporabudpar)
Kabupaten Tangerang, Banten, yang berbatas akhir kirim 15
Juni, dalam rangka “Temu Kangen dan Temu Karya
Sastrawan Nusantara” dalam kegiatan bertajuk “Tifa Nusantara 2” yang
diselenggarakan pada 27 s.d. 29 Agustus 2015, dan dimuat dalam buku Bunga Rampai Puisi Tifa Nusantara 2.
Puisi
saya yang terpilih adalah Aku Mengendus
Tangerang di Balikpapan.
Aku Mengendus
Tangerang di Balikpapan
Aku
mengendus Tangerang
Di
cerobong api Pertamina Balikpapan
Terpajang
di Klandasan Pandansari Rapak
Sepanjang
jalan menutupi
Pandangan
nanar matahari
Alangkah
Selat Sunda Teluk Balikpapan
Melampaui
Laut Jawa Selat Makassar
Seperti
naik kendaraan Aladin
Kulihat
berkibar-kibar
Dengan
kabar upah minimum
Sekali
teguk langsung puasa
Asap
Tangerang membubung
Digiring
angin barat angin selatan
Menyapa
hidung mataku
Alangkah
singkat pengembaraan Nusantara
Hanya
dalam almari bengkirai
Di
kamarku
*******
Panggung
Renung - Balikpapan, 2015
3. Dewan
Kesenian Kota Banjarbaru dan Disporabudpar Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, berbatas akhir kirim 20 September, dalam rangka menerbitkan buku kumpulan puisi bersama Kalimantan : Rinduku yang Abadi. Dua
puisi saya yang terpilih, yaitu Batu-Batu
Kata, dan Kota Air.
Batu-batu Kata
#1
Kata-kata
jadi
Batu
tabu
Dibuang
dalam gelap
Gua
jepang
Tiada
catatan selain ceceran diktat-diktat cacat tersesat hangat jantung memompa
angin selasar selat makassar semilir mengiris-iris gendang telinga semakin
menderu mencecar tanker-tanker migas tongkang-tongkang batubara kapal-kapal
sawit mengejar setoran-setoran ke hotel-hotel paling hot di ujung laut jawa
berlampu paha dada temaram tentram.
#2
Kata-kata
jadi
Batu
tuba
Dituang
dalam perjamuan
Malam
Akar-akar
menjalar merajalela melebatrimbunkan daun bersulur-sulur mengulur luapan
gegelak magma-magma dari gerilya rantau menemu hutan ulin belantara bengkirai
tanpa pelototan recehan-recehan mengoceh pada angin kering pada fatamorgana
susu madu yang ludes dilahap beruang dan saudagar mengerek bendera bergambar
diri di warung masing-masing membelit kaki leher sendiri daripada menenggak
ramuan tuba.
#3
Kata-kata
jadi
Batu
buta
Digosok
sepanjang kilometer
Duabelas
Secarik
catatan menceritakan kristal-kristal keringat memencar penjuru pelosok
tembok-tembok beton pada pelupuk mata-mata menatap pekat medung hitam pekat
kabut pekat lumpur sambil menebarkan belati-belati di setiap persinggahan dan
persanggahan-persanggahan tanpa menaklukkan telinga menundukkan dagu menakar
panjang-lebar-tinggi mulut dan otak pada pecahan kaca terinjak telapak-telapak
telanjang.
#4
Kata-kata
jadi
Batu
baut
Dipasang
pada mesin-mesin
Pencetak
pelangi
Cetakan-cetakan
celoteh batu-batu seperti daun-daun mengguratkan musim hujan musim kemarau
musim buah-buahan musim ternak kawin-mengawin membiakkan bayang-bayang dongeng
tentang bianglala dilupa sebab pelangi lebih berwarna mewangi pada bentang
cakrawala penuh merah soekarno-hatta daripada tanah-tanah kebun buah naga
tambak-tambak udang kepiting soka dilanda kerakusan kota.
#5
Kata-kata
jadi
Batu
buat
Dibenturkan
pada kepala-kepala
Tepar
berganti-ganti purnama
Berbongkah-bongkah
batu membeberkan bangkai-bangkai kata kering angin kencang daun-daun gugur
batang-batang tumbang binatang liar menyelamatkan diri petapa mendaki atap-atap
sirap karena para pendekar minum tuak aren mabuk menarungkan kelakar-kelakar
kerontang dengan pedang kayu lapuk seolah menggosok batu-batu seperti di kebun
sayur mengilaunya jidat-jidat diterjang puing-puing sayap elang bondol
kehilangan bandrol-bandrol diterbangkan kepak-kepak rangkong menuju lapis-lapis
debu abu jenazah-jenazah kebakaran hutan gedung-gedung tanpa sempat menuliskan
wasiat dalam buku-buku tamu pesta pernikahan berjujuran debur dinding-dinding
dada.
*******
Panggung
Renung, 2015
Kota Air
Mendayung
sampan sampai selatan
Matahari
sedang bersolek di Barito
Mendayunglah
sampan
Mengarunglah
matahari
Barito
mengalirkan peta di tiap jemari
Menuju
Kota Air seperti dongeng
Sepasang
dokter yang tinggal di Kota Bah
:
Pendayungan akan melabuh, bersiaplah
Mendayung
sampan di Kota Air
Sampan
kayu budak Melayu kuyu
Gubuk
apung
Gedung
apung
Kaki-kaki
kayu mengurung
Haruan
dan saluang terkepung
Sampan
mengarung ke relung-relung
:
Pendayungan melabuh di jeram jantung
*******
Banjarmasin,
2008
4. Proyek Seni Indonesia Berkabung, Yogyakarta,
berbatas akhir kirim 30 September, dalam Lomba Cipta Puisi Indonesia bertema
“Di Bawah Payung Hitam”. Satu puisi saya yang dipilih oleh Dewan Juri (Prof. Dr. Faruk HT, Joko
Pinurbo, dan Gunawan Maryanto) untuk tergabung dalam buku mereka,
yaitu Kebakaran Perut dan Kepala.
Kebakaran
Perut dan Kepala
Kebakaran
adalah menu harian bagi beribu liter bensin dalam perut dan kepala. Obrolan,
radio, televisi, internet adalah semangkuk percikan api di meja makan rumah,
warung, kantin, kafe, restoran. Menyalalah perut dan kepala. Kaki ke sana-sini.
Tangan mencakar-cakar. Segala rambut lencana terbakar.
Apa
lagi?
Kebakaran
di seluruh penjuru rumah, taman, pasar, penjara, kantor, lokasi, lokalisasi.
Siang-malam sirine menyemaraki sorak knalpot, serak mesin kendaraan, parau
diesel listrik, celotehan warga, dan cerewet peluit ceret. Hujan-panas
mengobarkan nyala menjalar-jalar merajalela menghanguskan sekujur waktu.
Di
mana lagi? Kena apa lagi? Bertanya lagi, dan lagi!
Kebakaran
menggelar takaran yang dipakai di pasar-pasar dan rumah-rumah. Berat-ringan, besar-kecil,
tinggi-rendah, pahit-hambar, luas-sempit, jauh-dekat, lama-singkat, bising-diam
menyatu. Buncit-busung, seragam-telanjang, tawa-sungut dalam takaran berbeda
kendati satu jualah : kebakaran.
Kapan
lagi? Baru sajakah? Masih bertanya lagi, dan lagi!
Kebakaran
memiliki musimnya sendiri tanpa melihat matahari bulan. Kemarau dan penghujan
berbagi posisi. Kebakaran menyelinap, membuat koloni demi koloni, dan bermain
di sela-sela musim di antara mukim. Asalnya adalah api dalam gelap busa-busa
ludah para pemain akrobat. Setitik nyalanya seperti ujung lidah naga. Karena
bensin dalam perut dan kepala terkenalah percikannya mencuri kesempatan.
Berapa
lagi hitungannya? Lanjutkan pertanyaan!
Kebakaran
kitab, meja, ranjang, rumah, kantor. Perut-perut meletus. Kepala-kepala
meledak. Kampung, kota, hutan kebakaran semua. Jago merah menjajah jantung
menambah meriah-semarak menyambar, menyebar, menyerang, menyerbu.
Terjaga-terlena, tergerak-terbeku, teriak-terbungkam pada api berlompatan
sana-sini. Semua moncong memencong. Tiada mantap menatap. Tidak juga yang
apinya abadi di puncak cerobong-cerobong. Katakan, sebutkan, tuliskan,
rekamkan, beritakan, arsipkan dalam airmata.
Siapa
lagi punya kepala? Sudah hangus sekujur raga seluruh wilayah. Kecuali puisi menyala-nyala
dalam gurita gulita meja kehilangan hijaunya.
*******
Panggung
Renung & Kebun Karya, 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar