Jumat, 28 April 2017

Eksistensi Karya Sepanjang 2017 Pasca-18 Oktober 2014

18 Oktober 2014 sebagai tonggak kepergian saya dari segala kegiatan bersastra, baik baca puisi, kelas menulis ini-itu, kumpul seniman maupun berkomunitas, semacam Malam Puisi Balikpapan, di Balikpapan. Menyepi dan mengolah-mengelola kata-kata menjadi keseharian saya.

Saya sangat menikmati semua itu dengan penuh kesadaran diri bahwa karya menjadi keutamaan, dan berskala melampaui wilayah “kandang” sendiri (Balikpapan). Karya merupakan eksistensi saya. Berkarya sastra merupakan kegiatan individual yang eksistensial-aktual, dan saya lakukan terus-menerus sampai kelak saya tidak mampu lagi melakukannya.

Beberapa tahap-tahap proses eksistensialitas berkarya tersebut saya catatkan :


2017

CERPEN :
1.      Menguburkan Anjing disiarkan oleh Nusantaranews, 26 April.
2.      Sebuah Pesanan Gambar Bangunan disiarkan oleh Biem, 25 April
3.   Boy disiarkan oleh Banjarmasin Post, 23 Juli

CERITA ANAK :
1.      Berlibur di Kebun menjadi juru kunci para pemenang (nomor 15 dari 15 pemenang) Sayembara Penulisan Cerita Anak se-Kaltim dan Kaltara 2017, yang diumumkan pada 28 Oktober 2017, dan disiarkan di Kaltim Post. (http://www.kliksamarinda.com/berita-6921-ini-para-pemenang-sayembara-penulisan-cerita-anak-kantor-bahasa-kaltim-2017-.html)

PUISI
 :
1. Dua puisi (Mengendarai Kalong Menuju Lenamu, dan Sekelebat Tiada Kudapat) lolos kurasi untuk buku antologi puisi Jendela Pekalongan (Dewan Kesenian Kota Pekalongan, Jawa Tengah), Pengumuman pada 25 Juli.
2. Puisi Selembar Daun Sahang Mencari Serambut Akar masuk nominasi 10 besar (nomor 7) dalam Lomba Cipta Puisi Krakatau Award 2017 (Dinas Pariwisata Provinsi Lampung), dan bergabung dengan puisi lainnya untuk buku antologi puisi Hikayat Secangkir Robusta yang berisi 50 puisi terpilih.

ESAI :
1. Mungkinkan Menerbitkan Buku Tanpa Penerbit dan ISBN? dipajang di blog Indie Book Corner (https://www.bukuindie.com/mungkinkah-menerbitkan-buku-tanpa-penerbit-dan-isbn/) pada 25 Juli, setelah mendapat predikat "Headline" di blog Kompasiana pada 26 Juni.
2. Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia  diganjar menang pertama dalam Flashblogging Kompasiana 17 Agustusan (http://www.kompasiana.com/kompasiana/599f4a871ceeef5590198ba2/inilah-para-jawara-yang-menaklukkan-kompasiana17an)

BUKU
Buku Swakelola :
A.    Kumpulan Kartun :
1.      Potret Diri Oji
2.      Tersenyum Pun Boleh

=======================================
2016

LOMBA
1.      Juara I Lomba Menulis Esai Se-Kaltim & Kaltara, Kantor Bahasa Kaltim.

BUKU
Buku Swakelola :
A.    Kumpulan Puisi :
1.      Cinta Usang
2.      Napak Tilas

B.     Kumpulan Cerpen :
1.      Rambo
2.      Aku Ingin Menjadi Malam
3.      Gadis yang Mengendarai Ombak

C.     Kumpulan Esai :
1.      Belajar Peta Indonesia
2.      Siapa Mengontrol Siapa

D.    Kumpulan Gombal :
1.      Gombalmukelo

Buku Bersama, baik melalui lomba maupun kurasi :
1.      Antologi Puisi Puisi Klungkung: Tanah Tua, Tanah Cinta (Museum Seni Lukis Klasik Nyoman Gunarsa, Klungkung, Bali, 2016)
2.      Antologi Puisi Karya 250 Penyair Terbaik Indonesia Baju Baru untuk Puisi & Hal-hal yang Belum Kita Mengerti (Bebuku Publisher, Surakarta, 2016)
3.      Antologi Seribu Puisimini Pilihan Lainnya Aquarium & Delusi (Bebuku Publisher, Surakarta, 2016)
4.      Antologi Puisi Menanam Kenangan (Bebuku Publisher, Surakarta, 2016)
5.      Antologi Puisi Mak Renta (Penerbit Jentera, Jakarta, 2016)
6.      Antologi Puisi Temu Penyair Nusantara Pasie Karam (Dewan Kesenian Aceh Barat & Disbudpar Aceh Barat, 2016)
7.      Antologi Puisi Sahabat Rose Sajak Embara (Rose Book, Trenggalek, Jawa Timur, 2016)
8.      Antologi Puisi Kampungan Goyang WC (Yabawande - RIC Karya, Semarang, Jawa Tengah, 2016)

2015

PUISI :

1. Forum Sastra Bekasi (FSB), Jawa Barat, dalam rangka ulang tahunnya yang ke-4, dan dimuat dalam Edisi Khusus Puisi Buletin Jejak edisi 49, April 2015. Ada dua puisi saya yang terpilih, yaitu Secangkir Kopi Hitam Kafe Batam, dan Penyair Mawar.


Secangkir Kopi Hitam Kafe Batam

Siang yang basah tidak menyisakan kisah
Paha dada ayam goreng berkurung tepung
Dalam adukan lingerie mi goreng
Pada secangkir kopi hitam temaram
Berpayung merek minuman ringan

Yang ada hanya kertas-kertas
Berkisah air mata merembes
Kata-kata dari kaki-kaki kepala-kepala
Disirami sinar rembulan memantul
Pada batang-batang pensil warna

Yang ada hanya kertas-kertas
Berkisah licinnya jalan yang ingin
Ditempuh tanpa peduli batu duri sembilu

Siang yang basah telah
Menyesahkan dirinya
Sendiri
Dari pagi yang terdampar dalam
Kamar pakaian bergelayut bayi raksasa
Memanggil seorang penjaga untuk pergi
Mencari senja dalam secangkir kopi hitam

: Kertas-kertas telah terbakar!

*******
Bekasi, 2006

Penyair Mawar

1.
Penyair lahir dari kuncup mawar
Memercik semburat warna
Redup saat mekar kelopaknya

2.
Penyair lahir dari duri mawar
Perih membakar dada
Nyeri menyala kata

3.
Penyair lahir dari daun mawar
Tekun memasak kata menghijau
Kering gugur sebelum mekar kelopak

4.
Penyair lahir dari tangkai mawar
Tegar dalam tiupan badai angin ngilu
Teguh di antara batang pohon angkuh

5.
Penyair lahir dari aroma mawar
Semerbak pentas semarak suasana
Sebentar hampa diterpa rupa-rupa udara

*******
Kebun Karya - Balikpapan, 2015


2. Dewan Kesenian Kabupaten Tangerang (DKKT) dan Dinas Pemuda dan Olah Raga, Budaya, dan Pariwisata (Disporabudpar) Kabupaten Tangerang, Banten, yang berbatas akhir kirim 15 Juni, dalam rangka “Temu Kangen dan Temu Karya Sastrawan Nusantara” dalam kegiatan bertajuk “Tifa Nusantara 2” yang diselenggarakan pada 27 s.d. 29 Agustus 2015, dan dimuat dalam buku Bunga Rampai Puisi Tifa Nusantara 2.  

Puisi saya yang terpilih adalah Aku Mengendus Tangerang di Balikpapan.


Aku Mengendus Tangerang di Balikpapan

Aku mengendus Tangerang
Di cerobong api Pertamina Balikpapan
Terpajang di Klandasan Pandansari Rapak
Sepanjang jalan menutupi
Pandangan nanar matahari

Alangkah Selat Sunda Teluk Balikpapan
Melampaui Laut Jawa Selat Makassar
Seperti naik kendaraan Aladin
Kulihat berkibar-kibar
Dengan kabar upah minimum
Sekali teguk langsung puasa

Asap Tangerang membubung
Digiring angin barat angin selatan
Menyapa hidung mataku

Alangkah singkat pengembaraan Nusantara
Hanya dalam almari bengkirai
Di kamarku

*******
Panggung Renung - Balikpapan, 2015


3. Dewan Kesenian Kota Banjarbaru dan Disporabudpar Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, berbatas akhir kirim 20 September, dalam rangka menerbitkan buku kumpulan puisi bersama Kalimantan : Rinduku yang Abadi. Dua puisi saya yang terpilih, yaitu Batu-Batu Kata, dan Kota Air.


Batu-batu Kata

#1
Kata-kata jadi
Batu tabu
Dibuang dalam gelap
Gua jepang

Tiada catatan selain ceceran diktat-diktat cacat tersesat hangat jantung memompa angin selasar selat makassar semilir mengiris-iris gendang telinga semakin menderu mencecar tanker-tanker migas tongkang-tongkang batubara kapal-kapal sawit mengejar setoran-setoran ke hotel-hotel paling hot di ujung laut jawa berlampu paha dada temaram tentram.

#2
Kata-kata jadi
Batu tuba
Dituang dalam perjamuan
Malam

Akar-akar menjalar merajalela melebatrimbunkan daun bersulur-sulur mengulur luapan gegelak magma-magma dari gerilya rantau menemu hutan ulin belantara bengkirai tanpa pelototan recehan-recehan mengoceh pada angin kering pada fatamorgana susu madu yang ludes dilahap beruang dan saudagar mengerek bendera bergambar diri di warung masing-masing membelit kaki leher sendiri daripada menenggak ramuan tuba. 

#3
Kata-kata jadi
Batu buta
Digosok sepanjang kilometer
Duabelas

Secarik catatan menceritakan kristal-kristal keringat memencar penjuru pelosok tembok-tembok beton pada pelupuk mata-mata menatap pekat medung hitam pekat kabut pekat lumpur sambil menebarkan belati-belati di setiap persinggahan dan persanggahan-persanggahan tanpa menaklukkan telinga menundukkan dagu menakar panjang-lebar-tinggi mulut dan otak pada pecahan kaca terinjak telapak-telapak telanjang.

#4
Kata-kata jadi
Batu baut
Dipasang pada mesin-mesin
Pencetak pelangi

Cetakan-cetakan celoteh batu-batu seperti daun-daun mengguratkan musim hujan musim kemarau musim buah-buahan musim ternak kawin-mengawin membiakkan bayang-bayang dongeng tentang bianglala dilupa sebab pelangi lebih berwarna mewangi pada bentang cakrawala penuh merah soekarno-hatta daripada tanah-tanah kebun buah naga tambak-tambak udang kepiting soka dilanda kerakusan kota.

#5
Kata-kata jadi
Batu buat
Dibenturkan pada kepala-kepala
Tepar berganti-ganti purnama

Berbongkah-bongkah batu membeberkan bangkai-bangkai kata kering angin kencang daun-daun gugur batang-batang tumbang binatang liar menyelamatkan diri petapa mendaki atap-atap sirap karena para pendekar minum tuak aren mabuk menarungkan kelakar-kelakar kerontang dengan pedang kayu lapuk seolah menggosok batu-batu seperti di kebun sayur mengilaunya jidat-jidat diterjang puing-puing sayap elang bondol kehilangan bandrol-bandrol diterbangkan kepak-kepak rangkong menuju lapis-lapis debu abu jenazah-jenazah kebakaran hutan gedung-gedung tanpa sempat menuliskan wasiat dalam buku-buku tamu pesta pernikahan berjujuran debur dinding-dinding dada. 

*******
Panggung Renung, 2015


Kota Air

Mendayung sampan sampai selatan
Matahari sedang bersolek di Barito

Mendayunglah sampan
Mengarunglah matahari
Barito mengalirkan peta di tiap jemari
Menuju Kota Air seperti dongeng
Sepasang dokter yang tinggal di Kota Bah

: Pendayungan akan melabuh, bersiaplah

Mendayung sampan di Kota Air
Sampan kayu budak Melayu kuyu

Gubuk apung
Gedung apung
Kaki-kaki kayu mengurung
Haruan dan saluang terkepung
Sampan mengarung ke relung-relung

: Pendayungan melabuh di jeram jantung

*******
Banjarmasin, 2008


4. Proyek Seni Indonesia Berkabung, Yogyakarta, berbatas akhir kirim 30 September, dalam Lomba Cipta Puisi Indonesia bertema “Di Bawah Payung Hitam”. Satu puisi saya yang dipilih oleh Dewan Juri (Prof. Dr. Faruk HT, Joko Pinurbo, dan Gunawan Maryanto) untuk tergabung dalam buku mereka, yaitu Kebakaran Perut dan Kepala.


Kebakaran Perut dan Kepala
Kebakaran adalah menu harian bagi beribu liter bensin dalam perut dan kepala. Obrolan, radio, televisi, internet adalah semangkuk percikan api di meja makan rumah, warung, kantin, kafe, restoran. Menyalalah perut dan kepala. Kaki ke sana-sini. Tangan mencakar-cakar. Segala rambut lencana terbakar.   

Apa lagi?

Kebakaran di seluruh penjuru rumah, taman, pasar, penjara, kantor, lokasi, lokalisasi. Siang-malam sirine menyemaraki sorak knalpot, serak mesin kendaraan, parau diesel listrik, celotehan warga, dan cerewet peluit ceret. Hujan-panas mengobarkan nyala menjalar-jalar merajalela menghanguskan sekujur waktu.

Di mana lagi? Kena apa lagi? Bertanya lagi, dan lagi!

Kebakaran menggelar takaran yang dipakai di pasar-pasar dan rumah-rumah. Berat-ringan, besar-kecil, tinggi-rendah, pahit-hambar, luas-sempit, jauh-dekat, lama-singkat, bising-diam menyatu. Buncit-busung, seragam-telanjang, tawa-sungut dalam takaran berbeda kendati satu jualah : kebakaran.

Kapan lagi? Baru sajakah? Masih bertanya lagi, dan lagi!

Kebakaran memiliki musimnya sendiri tanpa melihat matahari bulan. Kemarau dan penghujan berbagi posisi. Kebakaran menyelinap, membuat koloni demi koloni, dan bermain di sela-sela musim di antara mukim. Asalnya adalah api dalam gelap busa-busa ludah para pemain akrobat. Setitik nyalanya seperti ujung lidah naga. Karena bensin dalam perut dan kepala terkenalah percikannya mencuri kesempatan.

Berapa lagi hitungannya? Lanjutkan pertanyaan!

Kebakaran kitab, meja, ranjang, rumah, kantor. Perut-perut meletus. Kepala-kepala meledak. Kampung, kota, hutan kebakaran semua. Jago merah menjajah jantung menambah meriah-semarak menyambar, menyebar, menyerang, menyerbu. Terjaga-terlena, tergerak-terbeku, teriak-terbungkam pada api berlompatan sana-sini. Semua moncong memencong. Tiada mantap menatap. Tidak juga yang apinya abadi di puncak cerobong-cerobong. Katakan, sebutkan, tuliskan, rekamkan, beritakan, arsipkan dalam airmata. 

Siapa lagi punya kepala? Sudah hangus sekujur raga seluruh wilayah. Kecuali puisi menyala-nyala dalam gurita gulita meja kehilangan hijaunya.

*******

Panggung Renung & Kebun Karya, 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar