dengan
selembar daun sahang --- bukan taijab saijab merapin cerungkup --- kebun
belakang rumah bubung panjang sepintu sedulang aku menyeberang selat
aku sekadar pengelana
sejenak singgah hanya menanya
demikian
kugemakan dada
di
sang bumi ruwa jurai tidaklah kupinta liukan sembah dan sigeh pengunten di lamban
baginda sebab jabat baginda seketika jadi jembatan tanyaku menggema tidak
sempat menyapa nuwu anjung mahan dan masih banyak atap berselimut kepulan aroma
sahang cengkeh
di
klutum jati lepau aku bersila bersama baginda berkain tapis dan sirih pinang
ditengahi secangkir robusta hasil kebun baginda dan sepiring engkak selimpok geguduh
hangat tanpa perlu mengerti isi panggakh lapang lom bilik kebik tebelayakh sekhudu
dapokh nasihat cambai urai ti usung dilom adat pusako
dengan
selembar daun sahang hendak kucari akar hayat batangnya telah merambat
menjangkau kebun belakang rumah bubung panjang butirannya memutih --- menghitam
di pelataran baginda -- sampai pantai permai tegar melawan hantam badai moneter
apalah
selembar daun tanpa mendedah setiap serat urat sebab padanya tertulis risalah berlembar-lembar
hendak baginda kisahkan selagi aku sejenak bersila dalam dampak robusta geguduh
tiadalah gajah tanpa gading
tiadalah gading tanpa retak
demikian
baginda membuka paham
pada
mula baginda berdiri memegang payung jurai emas di anjak lambung semilir
semerbak harum butir-butir sahang sedang dipanggang matahari bersepoi aroma
cengkeh kopi robusta menyebar ke bukit barisan selatan dan way kambas berarak
awan membedaki gunung pesagi
lembar-lembar
abad adalah warahan tentang perziarahan dari tambo dan dalung di kenali batu
brak sukau pada sekala brak berbuay tumi berbelasa kepampang di belalau
mengalir ke segala way sebelum sriwijaya melumat laut samudera raya sampai kelak
terpesona emas dan damar berpatok palas pasemah batu bedil dengan tolang
pohwang dalam cadel naga
selembar daun sahang kubolak-balik
adakah yang terlewatkan pada uratnya
demikian
seruput robusta menyimak baginda
empat
umpu pagaruyung dan putri bulan memenangkan sekerumong membongkar tanah belalau
sekala brak mengibarkan panji paksi pak berempat kebuwayan seketika sisa buay
tumi berai ke utara selatan hingga pesisir krui berbuay pidada bandar laai way
sindi langsung tersapu deru derap lemia ralang pantang dan lima punggawa
belasa
kepampang ditebang jadi pepadun untuk saibatin raja-raja paksi pak beraksara
had mengelupas kaganga para puyang berabad-abad terlipat-lipat syahdan banten
mengendus semerbak harum sahang di pelabuhan sebagai jalan raya nusantara juga
ziarah siar kalbu
semerbak
harum sahang tidak luput dari kapal-kapal berhidung mancung putih arung laut
samudera berkarung gulden beremah salju diganti hangat sahang menjadi panas
cengkeraman kuku-kuku singa semakin sengit perebutan pertarungan
hangatnya
sahang panasnya pertarungan menggelegarkan krakatau 10.000 kali bom atom
hiroshima nagasaki menggetarkan lingkaran 4.600 kilometer menggelapkan wajah bumi
menggampar wajah bulan --- putri bulan tidak lagi menggemaskan
luluh
lantak berdandan ziarah kolonisten ke bagelen gedong tataan sukadana kota agung mengayakan rupa-rupa pada
wajah-wajah sang bumi ruwa jurai dengan ruang-ruang berporsi-porsi sampai terangkat
tekhapang badik payan candung membegal kapal-kapal hidung mancung putih
menancap tonggak merah putih bersayap garuda
baginda
menghela sesak ziarah menarik kesegaran melanjutkan perziarahan dengan pancaran
hijau coklat biru putih kuning melalui
serat urat selembar daun sahang di persilaanku terpampang wajah-wajah pesawaran
metro pringsewu tanggamus batanghari tulangbawang dari semenanjung selatan bertunas-tunas
beton pada 15 halamannya bertugu radin intan menara siger adipura pengantin beriring
cangget dalam kalender-kalender meski setiap menara adalah gading dan tiada
gading tiada retak
dengan
serat urat selembar daun sahang syahdan baginda membentang wajah-wajah pukauan
dari purawiwitan bawang bakung pugung raharjo tulang bawang wan abdul rahman
karanganyar bumi kedaton gita persada tanjung bintang menara siger batu tegi
terjun ke putri malu curup tujuh sinar tiga way lalaan lembah pelangi tujuh
linggapura gangsa kota batu turun ke wana melinting batu brak enggal mengalir
ke ranau way belerang way jepara menuju labuhan maringgai tanjung tuha pasir
putih kilauan tanjung setia sari ringgung kalianda klara mutun gigi hiu mandiri
walur duta wisata kuala kambas embe merak belantung wartawan menyeberang ke pahawang
tanjung putus tegal maitem condong laguna dodo sebuku kubur balak lok lunik mengkudu
sekepel tangkil batu naga krakatau berliuk pula riang bendana
sungguhlah pukau sangatlah silau
tiada halau seluruh jangkau pantau
demikian
penuh dalam pandangku
di
klutum jati aku terpaku suguhan kisah baginda meski masihlah tersimpan keelokan
garis-garis samar peta baru sepenjuru mata angin dari sisa urat selembar daun
sahang
*******
Panggung
Renung Balikpapan, 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar