Minggu, 27 Agustus 2017

Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia *

Secara pribadi-perorangan, sungguh saya meminta maaf kepada Indonesia, saya belum banyak berbuat apa yang benar-benar berguna untuk Indonesia yang genap berusia 72 tahun ini. Jelas tidak perlu dibandingkan dengan pebulutangkis, atau juara tingkat dunia, yang bisa secara perorangan mengharumkan nama Indonesia.

Saya pun tidak bisa mengaku-aku (mengklaim) secara pribadi-perorangan bahwa apa yang telah saya perbuat merupakan sesuatu yang sangat berguna untuk Indonesia. Misalnya, dulu atau hingga kini, ikut pawai, upacara bendera, baris-berbaris, aktif dalam kepanitian, dan seterusnya dalam rangka peringatan dan perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia. Semua itu merupakan suatu kerja tim, bukanlah perorangan (individual) alias peran mutlak “seseorang”.

Kalaupun saya secara pribadi boleh sedikit berbangga diri untuk Indonesia, ya, mungkin tidaklah seberapa luar biasa bagi orang-orang yang telah berbuat banyak untuk kemajuan dan kibaran nama Indonesia. Misalnya, satu artikel saya mengenai arsitektur kolonial yang kemudian objeknya termonumentasi menjadi museum di Bangka Barat, dan mendapat apresiasi (berupa ucapan) dari Ketua Umum Ikatan Arsitek Indonesia Ahmad Djuhara. Sedikit bangga saja karena keputusan menjadi wujud monumental merupakan kewenangan pihak terkait.

Misal lainnya, artikel-artikel mengenai HAKI, sastra di Kalimantan Timur, dan lain-lain. Atau, mungkin, karya sastra yang saya buat dengan ketekunan mengangkat lokalitas sekaligus ketat dalam tata bahasa Indonesia. Kesemuanya, saya sadari, hanyalah “sedikit berbangga diri”. Barangkali semua itu bersifat semu bagi khalayak Indonesia.

Saya selalu berusaha menyadari diri saya dalam lingkup realitas Indonesia yang sedang merayakan Ulang Tahun ke-72 ini, bahkan pasti kesadaran paling hakiki secara pribadi untuk ulang tahun selanjutnya. Sesekali saya membaca lagi buku “Manusia Indonesia”-nya Mochtar Lubis (2001. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia) dari naskah pidatonya di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada 6 April 1977.

Dalam Kata Pengantar buku itu Jacob Oetama menulis, “Dalam isi buku, dapatlah disumpulkan yang dimaksudkan oleh Mochtar Lubis sebagai menusia Indonesia, manusia Indonesia seperti yang distereotipkan.” Ada enam sifat disebut dan dipaparkan, yaitu 1. Munafik atau hipokrit; 2. Enggan dan segan bertanggung jawab atas perbuatannya; 3. Bersikap dan berperilaku feodal; 4. Percaya takhyul; 5. Artistik, berbakat seni; 6. Lemah watak atau karakternya.

Buku itu sungguh cukup menjadi bagian dalam penyadaran diri saya sendiri. Dengan kesadaran diri tingkat mikro-internal pribadi, saya bisa melihat dinamika Indonesia secara mawas diri. Secara mawas diri yang bagaimana?

Begini misalnya. Dalam hal mengkritisi situasi sosial-politik. Sebagai mantan aktivis pers mahasisa, kepekaan sosial berlandaskan kecerdasan sosial menjadi salah satu modal penting dalam upaya mengkritisi situasi dan perjalanan hidup Indonesia, baik skala lokal-regional maupun nasional. Apa yang disampaikan oleh pelbagai media tidaklah patut saya serta-mertakan sebagai suatu kebenaran mutlak (harga mati). Pemvonisan atau penghakiman bisa terjadi, bahkan justru memalukan-memilukan diri sendiri, apabila saya tidak memberi peluang kepada kemungkinan yang terbaik pada suatu situasi selanjutnya.

Misalnya lagi, keaktifan saya dalam kegiatan sosial, baik di sekitar rumah (RT), profesi (pergaulan sesama arsitek), dan hobi (pergaulan dengan para seniman), selalu saya kelola dengan perenungan dan kesadaran sebagai individu dan makhluk sosial dalam tatanan pergaulan Indonesia. Saya memang memilih untuk tidak terlibat dalam politik praktis (simpatisan ataupun kader suatu partai) tetapi belum tentu orang lain memilih sikap seperti saya. 

Satu-satunya pertanyaan dalam pergumulan saya setelah “menyendiri”, apakah saya benar-benar sudah berbuat hal-hal yang berguna bagi semua kegiatan sosial itu. Jangan sampai saya “hanya merasa”, justru orang lain yang benar-benar sudah berbuat apa-apa yang berguna bagi semua.

Tidak sedikit orang terdekat saya menyarankan, jangan terlalu sering memaksa diri menjadi sempurna (perfeksionis) dan ideal (idealis). Sebab, alasan mereka, belum tentu saya sendiri sudah sempurna dan ideal dalam berpikir-bersikap, baik sendiri maupun bersama orang lain. Begitu pula dalam hidup bersama sebagai warga RT, penduduk Kaltim, dan warga negara, yang masih menyisakan satu hal lagi untuk benar-benar saya pahami dan hayati, yaitu kompromi. Kompromi, kata mereka, adalah memberi peluang kepada kemungkinan, bahkan pembelajaran bagi diri sendiri pula.

Saran tersebut secara nyata saya wujudkan ketika sering menjadi bagian dalam kepanitiaan 17 Agustusan di wilayah RT kami, termasuk mengurusi pengelolaan anggaran. Setiap rupiah yang masuk dan keluar harus saya kelola dan catat. Tidak lupa, semua nota belanja saya kumpulkan, dan lampirkan secara lengkap dalam laporan pertanggungjawaban yang bisa dibaca atau dievaluasi oleh warga atau ketua RT selanjutnya. Saya harus berkompromi ketika ada satu-dua warga yang mengkritisi isi laporan itu karena ada kemungkinan justru saya sendiri yang teledor atau kurang teliti.  
Saran juga berlaku dalam kegiatan bersama di RT kami yang berlatar aneka SARA itu. Setiap anggota memiliki kelebihan-kekurangan, termasuk diri saya, yang belum tentu telah berbuat hal-hal yang sempurna-ideal bagi sesama anggota. Bukanlah kesempurnaan-idealisme saya yang utama, melainkan kebersamaan mewujudkan hingga menyukseskan kegiatan itu.

Kalaupun saya “merasa” sempurna, atau menurut beberapa rekan saya telah berbuat “sempurna-ideal”, justru bisa “batal” apabila saya tergelincir dalam “penghakiman” terhadap rekan lainnya. Atau juga ketika menyaksikan situasi perayaan 17 Agustusan, saya masih berpeluang dalam “ketergelinciran” yang cenderung “menggugurkan” nilai-nilai yang semula saya anggap diri saya “sempurna-ideal”.

Ya, saya selalu mengikutkan kata “kompromi” untuk suatu proses, baik proses menjadi diri sendiri maupun menjadi warga negara Indonesia secara bersama. Dalam proses tidaklah semuanya sempurna-ideal, apalagi ketika berada dalam kebersamaan. Kekurangan, keteledoran, kecerobohan, perbaikan, dan seterusnya menjadi bagian penting dalam kata “kompromi”.

Demikian pula untuk lingkup luas bernama Indonesia. Keaktifan saya dalam kegiatan RT, mungkin,  sudah bagus sebagai wujud kesadaran makhluk sosial yang tetap “membumi” dalam suatu wilayah di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ya, mungkin. Mungkin ini versi saya pribadi, yang sama sekali tidak mendapat rekomendasi apalagi apresiasi dari ketua RT kami.

Oleh sebab itu, seperti yang tertulis pada awal tadi, dan sekali lagi, sungguh saya meminta maaf kepada Indonesia, saya belum banyak berbuat apa yang benar-benar berguna untuk Indonesia yang genap berusia 72 tahun ini. Saya akan terus berusaha berbuat apa pun semampu saya sekaligus berguna untuk Indonesia.

Dan, dengan kesadaran diri sepenuhnya saya mengucapkan selamat sekaligus salut kepada setiap warga negara Indonesia yang telah terbukti mampu mewujudkan perbuatan apa pun yang berguna bagi Indonesia raya. Saya pun selalu optimis untuk kemajuan Indonesia yang dikelola oleh orang-orang yang masih beritikad baik dalam visi bersama berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Selamat Ulang Tahun ke-72, Indonesia kita tercinta!


*******

*) Peringkat 1 Kompetisi Menulis 17 Agustusan (Flashblogging #Kompasiana17an) di Kompasiana. Kompetisi ini berdurasi 3 jam saja (17.00-20.00) dengan tema mendadak (pukul 17.00 baru muncul temanya).

=============================================
Inilah Para Jawara yang Menaklukkan #Kompasiana17an !
27 Agustus 2017   13:20 Diperbarui: 27 Agustus 2017   13:24  234  2 5

Jadi bagaimana, Bung dan Nona? Masih ingatkah sensasi gemetarnya seluruh tubuh ini ketika bergerilya mengikuti lomba #Kompasiana17an?

Terima kasih telah bersedia mengetik artikel dalam tempo sesingkat-singkatnya. Kita mungkin belum bisa menyamai keteguhan hati Sayuti Melik, mesin ketik pinjamannya, dan suasana menjelang proklamasi yang demikian mencekam. Tetapi toh semangat peserta lomba kali ini tidak kalah hebatnya. Tim Kompasiana sangat tersentuh dengan daya juang peserta (baca: kepanikan), kisah pencapaian, curhatan, harapan, dan segala bentuk hadiah untuk Indonesia dari pribadi-pribadi yang tulus ikhlas.

Karenanya, dari 99 artikel yang berpartisipasi, berikut kami umumkan 17 artikel yang paling berhasil menggetarkan sanubari admin sehingga layak mendapat gelar juara:
3. Berbagi Hati di Pelosok Negeri oleh Wahyu Pramudya
6. Aku Hanyalah Seorang Guru oleh Thurneysen Simanjuntak
15. Memilih Energi Matahari sebagai Solusi oleh Edi Winarno AS
17. Bicara Soal Integritas oleh Pringadi Abdi Surya

Ya, selamat untuk para pemenang. Ambil sepedanya, sana....

Enggak ding. Semua pemenang di atas, masing-masing berhak untuk mendapatkan uang tunai senilai Rp 1 juta. Seperti biasa, hadiah akan tiba dengan selamat di rekening Anda setelah 45 hari kerja. Mohon sabar, ini ujian. Tetaplah menjunjung semangat 45 selama 45 hari kerja!

Konfirmasikan kemenangan Anda dengan mengirim data diri ke kompasiana@kompasian.com dengan subjek: Pemenang Flashblogging #Kompasiana17an, dengan menyertakan:

Nama lengkap
Alamat
URL Kompasiana
Nomor HP aktif
Scan/foto KTP
Scan/foto NPWP
Scan/foto halaman depan buku tabungan

Pemenang Instagramnya mana, kakak?

Selain flashblogging, Tim Kompasiana juga mengapresiasi ekspresi kemerdekaan anak muda yang tercermin dari foto dan video di Instagram yang berkwalitet. Teknik penyuntingan video rekan-rekan muda ini pun ciamik punya, padahal semua pesertanya masih sangat muda! Tiba-tiba terkenang ketika admin di umur segitu. Boro-boro edit video, sukses bikin presentasi pakai animasi gerak-gerak aja sudah jingkrak-jingkrak.

Dan inilah 8 pemenang kompetisi Instagram #Kompasiana17an:

Selamat kepada para pemenang! Masing-masing mendapat hadiah Rp 500.000, lumayan buat jajan.
Nah, hadiahnya akan dikirim ke rekening teman-teman ya. Terlebih dahulu, silakan konfirmasikan kemenangan kamu ke email kompasiana@kompasiana.com dengan subjek: Pemenang Instagram #Kompasiana17an, dengan menyertakan:

Nama lengkap
Alamat rumah
Nomor HP aktif
Alamat email
Foto/scan kartu pelajar
Foto halaman depan buku tabungan

Proses pencairan dananya juga membutuhkan 45 hari kerja terhitung sejak kamu mengumpulkan data. Jika ada pertanyaan mengenai cara pencairan dana ini silakan kontak kami di kompasiana@kompasiana.com atau melalui pesan Instagram @kompasianacom.

Buat teman-teman pelajar yang belum menang, jangan berkecil hati ya! Sesungguhnya foto dan video yang masuk ke Instagram Kompasiana banyak sekali, tetapi banyak juga yang luput mengikuti syarat dan ketentuan Kompasiana untuk menyebutkan (mention) minimal 3 orang teman. Coba lagi lain kali ya! Niscaya, kekalahan ini adalah awal menjadi pribadi muda yang lebih teliti demi Indonesia yang lebih tertib! Tsah....

Akhirnya, Kompasiana mengucapkan terima kasih kepada Kompasianer dan orang muda yang ikut memeriahkan #Kompasiana17an (membungkuk dalam-dalam). Semoga hati kita pun terus meriah demi mewarnai perjalanan bangsa ini. Sampai jumpa di perjuangan selanjutnya dan tetaplah menginspirasi!

(WID)

Sumber : http://www.kompasiana.com/kompasiana/599f4a871ceeef5590198ba2/inilah-para-jawara-yang-menaklukkan-kompasiana17an

=========================================
Ambil Ancang-ancang, dan Inilah Tema Flashblogging #Kompasiana17an!
17 Agustus 2017 09:46:14 0

Cek satoe, doea, satoe....

Wahai Boeng dan Nona! Sudahkah kalian melemaskan jadi? Sudahkah kalian membingkar koleksi foto dan mengumpulkan memori untuk kemudian dituangkan dalam sebuah mahakarya nan abadi, dahsyat, fenomenal, dan menyentuh khalayak ramai laksana pidato yang berkobar-kobar di Pelataran Lapangan Ikada, yang setiap diksinya tajam menggetarkan sanubari insan yang terdegil sekali pun!

Ehem (minum dulu). Selamat datang pada lomba lomba flashblogging Kompasiana spesial HUT ke-72 RI! Seperti yang kami jelaskan sebelumnya, pada tanggal 17 Agustus ini kami mengundang semua Kompasianer, tanpa kecuali, untuk mengikuti lomba flashblogging yang akan berlangsung selama tiga jam saja, yakni pada pukul 17.00 - 20.00 WIB. Dan tema rahasia yang menjadi pemersatu kita kali ini adalah:

Sudah Berbuat Apa untuk Indonesia?

Syarat dan ketentuan:
Lomba dapat diikuti oleh siapa saja (tidak terbatas usia, jenis kelamin, agama, suku, ras, dan preferensi politik), asal sudah mendaftar di Kompasiana
Tulsian orisinal dan tidak sedang dilombakan di tempat lain
Tulisan tidak melanggar Tata tertib Kompasiana
Panjang tulisan tidak lebih dari 1000 kata

Mekanisme

Tema lomba: Sudah Berbuat Apa untuk Indonesia
Tulisan berupa pengalaman atau opini
Boleh mengirimkan lebih dari 1 tulisan
Lomba dimulai pada tanggal ini, 17 Agustus 2017, tepat pukul 17.00 dan selesai 20.00 WIB
Peserta menggunakan tombol "Mulai Tulis" yang ada pada halaman event ini atau menulis seperti biasa
Pastikan Anda menyertakan label Kompasiana17an pada setiap artikel

Tersedia Rp 17 juta untuk 17 pemenang
Pemenang diumumkan setelah 7 hari kerja

Buatlah artikel semenarik mungkin, Boeng dan Nona. Pasalnya oara pahlawan yang telah gugur mendahului kita akan bangga anak-anaknya mencipta banyak karya!

Selamat berkompetisi, selamat berjuang, jangan panik dan tetap ceria!

(WID)

Sumber : http://event.kompasiana.com/kompasiana/599565e604e331298f0f1a24/ambil-ancang-ancang-dan-inilah-tema-flashblogging-kompasiana17an

=====================================
Pengumuman I untuk Even Kompetisinya :

Koempoel Semoea, Boeng & Nona ! Kita Lomba 17-an di Kompasiana!
14 Agustus 2017   17:11 Diperbarui: 14 Agustus 2017   19:33  

Sebentar lagi rakyat Indonesia akan menyambut Hari Ulang Tahun Kemerdekaan (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-72. Setiap sudut Indonesia akan diwarnai kemeriahan menyambut perayaan hari kemerdekaan. Dan kali ini, kami mengundang Kompasianer untuk turut memeriahkan HUT RI dengan mengikuti kompetisi flashblogging dan Instagram.

Biar terasa seperti lomba balap karung yang garis start dan finish-nya pendek (kalau jauh, namanya maraton), maka kali ini kompetisinya hanya akan berlangsung hanya dalam waktu satu hari. Flashblogging akan diadakan tepat pada tanggal 17 Agustus 2017, dimulai pukul 17.00 hingga 20.00 WIB. Dan temanya pun kejutan, baru akan diumumkan pada 10 menit menjelang pukul 17.00 WIB.

Sementara, kompetisi Instagram akan berlangsung seharian pada tanggal 17 Agustus 2017, mulai pukul 00.00 - 23.59 WIB.

Kira-kira gimana nih, lombanya? Yah, bolehlah dikasih bocoran sedikit biar tambah deg-degan:

FLASSHBLOGGING
Ketentuan:
Artikel ditulis di Kompasiana, bersifat orisinal, tidak lebih dari 1500 kata, dan tidak melanggar Tata Tertib Kompasiana.
Tulisan dibuat melalui fitur khusus flashbologging (silakan klik tombol Nulis pada laman khusus lomba dan menyertakan label #Kompasiana17an
Periode flashblogging: 17 Agustus 2017, pukul 17.00 - 20.00 WIB
Tema akan diberitahukan menjelang pukul 17.00 WIB di tanggal 17 Agustus 2017
Hadiah: Rp 17.000.000 untuk 17 orang pemenang

INSTAGRAM COMPETITION
Uhuk. Mohon maaf buat yang tak lagi berseragam sekolah. Karena ini kompetisi buat teman-teman kita yang bersekolah di SMP & SMA (atau sederajat). Nah kalau yang ini, temanya sudah ada, nih: "Ekspresi Kemerdekaan Anak Muda". Tinggal ambil ancang-ancang untuk ikut kompetisinya di tanggal 17 Agustus 2017.

Kamu bisa ikutan dengan menggunggah karya kamu (foto atau video) di Instagram. Buat sekreatif mungkin ya! Syarat dan ketentuannya langsung melipir ke Instagram Kompasiana ya rakyatque....



Kami toenggoe partisipasimoe, pejoeang karja!

(BOY/WID)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar