Minggu, 27 Agustus 2017

Menulis dalam Waktu Cepat

Saya mau berbangga diri sebentar atas sebuah pencapaian yang baru satu kali dalam hidup saya. Tulisan Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia meraih peringkat I dalam kompetisi tulisan yang diselenggarakan oleh Kompasiana pada 17 Agustus 2017. Judul berita dari Kompasiana pada 27 Agustus pun tidak tanggung-tanggung, Inilah Para Jawara yang Menaklukkan Kompasiana17an. (http://www.kompasiana.com/kompasiana/599f4a871ceeef5590198ba2/inilah-para-jawara-yang-menaklukkan-kompasiana17an)

Saya sama sekali tidak menyangka jika saya mampu meraih peringkat I tersebut. Pertama, belum ada tema kompetisi pada saat pengumuman akan adanya even itu ditayangkan pada 14 Agustus (http://www.kompasiana.com/kompasiana/598d5fb5835be77fba2d73b2/kumpul-semua-mari-kita-lomba-17-an-di-kompasiana). Dikatakan pula, “Tema akan diberitahukan menjelang pukul 17.00 WIB di tanggal 17 Agustus 2017.”

Kedua, hanya diberi waktu 3 jam. Dalam pengumuman itu tertulis, “Periode flashblogging: 17 Agustus 2017, pukul 17.00 - 20.00 WIB.”

Tema belum ada, dan waktu penggarapan hanya 3 jam. Saya berusaha menebak apa temanya. Tetapi dengan even yang terkait Hari Kemerdekaan atau 17 Agustusan, saya duga, tema tidaklah terlepas dari suasana 17 Agustusan. Tidak mungkin even 17 Agustusan malah bertema ucapan terima kasih kepada ibu, yang biasanya pas untuk even 22 Desember (Hari Ibu).

Ketiga, ada lomba-lomba sebelumnya, yang cukup menguras pikiran saya. Beberapa hari sebelumnya saya pun mengikuti kompetisi sejenis di Geotimes.Co.Id, yaitu Lomba Menulis Artikel bertema Merawat Kemerdekaan Kita, yang dimulai pada 29 Juli sampai 10 Agustus 2017 tetapi diperpanjang sampai 17 Agustus (https://geotimes.co.id/event/past-event/lomba-menulis-kemerdekaan/). Artikel, tentunya, sudah jadi pada 10 Agustus. Meskipun batas waktu diperpanjang 1 minggu, saya tidak perlu repot menambah atau memperbaiki.

Saya nekat mengikuti lomba itu karena hadiahnya sangat menggoda, yaitu dari Rp.1.000.000,00 s.d. Rp.5.000.000,00. Saya tergoda pada Rp.5.000.000,00. Wajar, ‘kan?

Sebelumnya lagi adalah Lomba Cipta Puisi Nasional dalam rangka Krakatau Award 2017. Hadiahnya berkisar antara Rp.1.000.000,00 s.d. Rp.3.000.000,00. Pengumuman mengenai penyelenggaraan lomba saya lihat pada pertengahan Juli 2017. Batas akhir waktu penyerahannya adalah 11 Agustus.

Pada lomba Krakatau Award itu, jujur saja, saya mengincar juara I. Gila juga, sih, karena dalam berpuisi saya masih belum mantap. Tapi, ya, saya berharap pada keberuntungan saja. Lalu puisi saya kirim pada 31 Juli 2017 tanpa saya memikirkan lagi waktu yang tersisa selama 11 hari.

Dan satu lagi yang tidak kalah dahsyatnya adalah Lomba Penulisan Cerita Anak se-Kaltim dan Kaltara 2017, yang diselenggarakan oleh Kantor Bahasa Kaltim. Saya baru menulis sedikit, padahal saya berencana mengirim 2 naskah. Saya mengincar hadiah pertama, yaitu Rp.12.000.000,00. Lainnya, ya, tetap menjadi incaran saya karena minimal sekian juta rupiah. Oleh sebab itu saya paksakan diri saya untuk bisa membuat 2 cerita anak.
  
Di luar semua lomba, saya pun sedang berada dalam masa transisi menuju sebuah pekerjaan di Jawa. Masa transisi itu adalah menunggu Surat Keterangan Ahli (SKA) Arsitek tingkat Madya. Kalau SKA itu jadi dna sampai di tangan saya, dua-tiga hari kemudian saya harus berangkat ke sana. Kondisi ini menimbulkan suasana pikiran dan perasaan saya tidak menentu karena sampai 27 Agustus ini sama sekali tidak ada kabar penyelesaiannya sejak saya ajukan pada 19 Mei 2017.

Ada lagi, seperti biasa, setiap 17 Agustusan saya terlibat dalam kegiatan di RT kami. Di RT kami saya termasuk pengurus. Keterlibatan saya merupakan kewajiban setelah kesadaran diri sebagai warga RT yang menerima untuk dijadikan pengurus.

Jujur saja, saya pun membutuhkan uang untuk biaya hidup. Masa transisi yang sempat saya sebutkan merupakan upaya untuk memenuhi pembiayaan atas kebutuhan hidup. Saya seorang kepala rumah tangga, bukan lagi bujangan yang bisa seenaknya hidup antara makan dan tidak makan.  

Semua hal berkecamuk dalam diri saya. Saya yakin, rambut saya pun semakin rontok akibat situasi nyata dan pergulatan gagasan saya untuk mengikuti semua lomba dan tanggung jawab sebagai kepala keluarga. Saya harus tenang. Saya harus tetap berada dalam fokus saya melakukan apa yang menjadi tujuan-tujuan saya.

Pada 14 Agustus saya membaca kabar bahwa puisi saya menjadi nominator ke-7 di Katulistiwa Award. Satu sisi, menjadi nomine merupakan suatu keberhasilan (prestasi) tersendiri, mengingat lomba itu diikuti oleh banyak penyair hebat. Sisi lainnya, saya gagal meraih hadiah antara Rp.1.000.000,00 s.d. Rp.3.000.000,00.

Ya, sudahlah. Cukuplah saya ambil sisi positifnya, yaitu nomine dalam ajang bergengsi tingkal nasional. Lalu saya menekuni apa yang harus saya lakukan, baik dalam kegiatan RT maupun menyelesaikan cerita anak yang sedang berproses pada naskah berjudul “Berlibur di Kebun”, disamping menunggu pengumuman hasil kompetisi di Kompasiana.

Nah, keempat, pada 17 Agustus 2017, pukul 18.00 WITA atau 17.00 WIB (Kompasiana menggunakan wilayah waktu WIB), di Kompasiana muncullah tema Sudah Berbuat Apa untuk Indonesia?. Tema itu terdapat dalam artikel even-nya Ambil Ancang-ancang, dan Inilah Tema Flashblogging #Kompasiana17an! (http://www.kompasiana.com/kompasiana/599565e604e331298f0f1a24/ambil-ancang-ancang-dan-inilah-tema-flashblogging-kompasiana17an).

Langsung saya buatkan naskahnya. Naskah lomba tercepat yang pernah saya buat, ya, Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia (http://www.kompasiana.com/gusnoy/belum-banyak-berbuat-apa-untuk-indonesia_59958564c9e1d635c8452f22). Maaf saja, fokus saya adalah hadiah kompetisi, yaitu Rp.1.000.000,00. Itu pun untuk 17 pemenang. Masuk dalam kategori 17, biarpun di peringkat 17, tetap sama nilai hadiahnya.

Sebenarnya, semula saya bingung, apakah saya akan menulis sebuah kritis terhadap situasi terkini supaya terlihat bahwa saya kritis ataukah apa lainnya yang kelihatan bermutu agar saya tidak malu sendiri jika tulisan saya dibaca oleh sekian banyak orang. Tetapi, ah, saya tidak menghiraukan “apa kata orang”. Saya mau menulis apa yang saya alami dan renungi sajalah. Terserah jika dinilai bagaimana oleh pembaca. Yang penting, semoga naskah saya bisa masuk di antara 17 naskah pemenang.

Pada 27 Agustus, sekitar pukul 20.00 WITA, saya membuka Kompasiana, dan menemukan berita mengenai hasil kompetisi, Inilah Para Jawara yang Menaklukkan #Kompasiana17an ! Naskah saya terhitung dalam naskah para jawara, bahkan berada pada peringkat I. Puji Tuhan!

Sungguh, di luar perkiraan jika menjadi jawara I. Apalagi tertulis, “Tim Kompasiana sangat tersentuh dengan daya juang peserta (baca: kepanikan), kisah pencapaian, curhatan, harapan, dan segala bentuk hadiah untuk Indonesia dari pribadi-pribadi yang tulus ikhlas. Karenanya, dari 99 artikel yang berpartisipasi, berikut kami umumkan 17 artikel yang paling berhasil menggetarkan sanubari admin.”

Itulah sebabnya pada alinea pembuka saya katakan, “Saya mau berbangga diri sebentar atas sebuah pencapaian yang baru satu kali dalam hidup saya.” Hal ini mengingatkan saya pada hasil Lomba Menulis Esai se-Kaltim & Kaltara 2016, yang saya pajang dengan judul Euforia Sang Juara I, Naifkah? (http://jps-indonesia.blogspot.co.id/2017/05/euforia-sang-juara-i-naifkah.html). Berbangga diri untuk suatu prestasi, wajar, ‘kan?

*******

Panggung Renung Balikpapan, 27 Agustus 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar