Minggu, 24 Maret 2019

Menjadi Diri Sendiri


Senin, 25/3/2019. Pkl. 00.45 WITA. Udara basah, sisa hujan Minggu sore. Nyanyian jangkrik. Musik kendaraan.

Aku sudah menyelesaikan ilustrasi untuk calon bukuku, “Surga Siap Saji”–sebuah kumpulan “Artikel Utama” di Kompasiana.Com. Ilustrasi terakhir adalah karikatur Tilaria Padika aka George Hormat alias Gege.



Enam lembar HVS A4 dengan aneka ilustrasi kugantung dekat tempat dudukku. Aku belum bisa memindai (men-scan) semua itu karena alat pemindaiku rusak sejak tahun lalu. Aku belum memiliki biaya untuk memperbaikinya. Aku memang sedang tidak memiliki uang.

Sementara calon buku “Arsitek yang Menulis” sudah siap memasuki proses pencetakan setelah mendapat ISBN (International Serial Book Number) dari Perpustakaan Nasional RI. Namun, lagi-lagi, aku sedang tidak memiliki uang untuk membiayainya.

Intinya, aku memang tidak memiliki uang untuk semuanya itu.

Aku memang tidak bekerja seperti kebanyakan orang. Mengapa aku tidak bekerja agar menghasilkan uang sekian juta rupiah saban bulan, dan seterusnya, tidak perlu kusampaikan di sini. Apakah kemudian aku harus bersedih?

Terlalu sepele hidup ini jika setiap waktu aku perlu bersedih. Tuhan selalu mengajakku bersuka cita, bahkan senantiasa. Tuhan selalu mengajakku bersyukur dalam segala hal. Firman-Nya selalu hidup, dan berdegup bersama irama jantungku. Bukan karena berduit lantas aku bersuka cita dan bersyukur. Bukan karena buku-bukuku terbit lantas aku akan bersorak-sorai.

Aku sudah menjadi diriku sendiri sejak mengenal-Nya pada 1989. Aku tidak perlu meniru siapa-siapa atau ingin menjadi seperti siapa. Aku tercipta secara khusus. Ya, setiap manusia tercipta secara khusus karena itulah hebatnya Tuhan yang kupercaya.

Tuhan membentuk aku secara khusus dengan talenta dari-Nya yang kugali dalam diriku. Talentaku bukanlah untuk menjadi kaya secara materi, tetapi kaya secara karya. Secara manusiawi, Yesus Kristus hanyalah anak tukang kayu. Yesus Kristus tidak memiliki ternak. Yesus Kristus tidak memiliki lahan. Yesus Kristus hanya memiliki karya, bahkan sampai mati di kayu salib Yesus Kristus tidak memiliki harta benda duniawi.

Malam menjelang dini hari masih menyisakan udara basah dan suara-suara tadi. Aku masih mengetik tulisan sepele ini.

Aku merasa Tuhan tidak mengizinkan aku menggerakkan jari-jari untuk mengetik hal-hal yang tidak baik, kecuali menikmati waktu sebelum kantuk berkunjung lalu mengajakku beranjak ke tempat tidur. Bagiku, Tuhan selalu lebih baik daripada apa pun yang kumiliki atau yang mampu kuraih. Bagiku, menjadi diri sendiri adalah yang terbaik dari segala ambisi yang ditawarkan oleh kehidupan ini.      

*******
Balikpapan, 25 Maret 2019       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar