Seorang pembohong (ngakunya pemborong pembangunan padahal hanya
makelar proyek alias penggadai SPK--Surat Perintah Kerja, dan ngakunya Sarjana
Teknik Prodi Teknik Sipil padahal, ah, sudahlah) dipuja-puji sebagai penyair,
sastrawan, atau penulis. Dia sama sekali tidak memiliki kapasitas mumpuni untuk
pantas-patut-layak disebut penyair, sastrawan, atau penulis.
Musibahnya lagi, dia -- sebut saja Paijo alias Jojon -- diakui
oleh sebagian
penyair, sastrawan, atau penulis Kalimantan sebagai penyair, sastrawan, atau
penulis Balikpapan.
Aku pernah ditipu oleh dia
perihal desain bangunan. Sebenarnya ada 3 desain tetapi 1 kuanggap perkenalan.
Sedangkan 2 desain benar-benar hanya dibayar dengan kata sarat dusta semata.
Sebelumnya, seorang rekan arsitek juga ditipu oleh dia. Sungguh seorang
pemborong, eh, pembohong!
Aku pun pernah menegur dia secara
keras-tegas di depan murid-murid SMP-SMA dalam sebuah diskusi karya sastra yang
diselenggarakan oleh sebuah komunitas seni Tanah Paser-Grogot pada 2013.
Masalahnya, kami sedang mendiskusikan karya adik-adik itu secara serius, dia
malah seenaknya ngobrol dengan suara lebih nyaring di sebelahku, padahal isi
obrolannya sama sekali tidak berhubungan dengan acara diskusi, bahkan tidak
bermutu. Sungguh menjengkelkan, orang setua itu tidak memahami diskusi.
Begitukah sikap seseorang yang pantas-patut-layak dianggap, diaku, bahkan
dipuja-puji oleh para pegiat budaya di Kalimantan sebagai penyair, sastrawan,
atau penulis?
Oleh sebab mereka mengakui dia
sebagai penyair, sastrawan, atau penulis, maka aku menganggap justru hujan
adalah penyair, sastrawan, atau penulis sejati di Balikpapan.
Bagaimana tidak? Lha wong dia
tidak bisa memahami "di" sebagai kata kerja atau kata keterangan,
padahal sangat sepele bagi seorang penulis. Lha sudah jelas gagal paham begitu
malah dia dianggap bahkan dipuja-puji sebagai penyair, sastrawan, atau penulis,
apa tidak menjadi musibah budaya?
18 Oktober 2014 aku keluar dari
seluruh kegiatan seni-sastra di Balikpapan gara-gara, salah satunya, dia
mengaku-aku dirinya penyair bahkan dipuja-puji oleh orang-orang Balikpapan
padahal, ah, sudahlah. Aku tidak perlu pengakuan sebagai siapa dari para pegiat
budaya se-Balikpapan bahkan se-Kalimantan.
Dan, 2017 ini aku semakin tidak
tertarik dengan pengakuan para penyair, sastrawan, atau penulis se-Kalimantan
karena seorang pembohong malah diakui sebagai penyair, sastrawan, atau penulis
Balikpapan. Aku memilih menjadi arsitek saja dan keluar dari ranah seni-sastra
se-Kalimantan raya daripada menjadi penyair, sastrawan, atau penulis
Balikpapan. Aku tidak sudi disamakan dengan Paijo alias Jojon itu. Amit-amit
banget deh!
*******
9 Oktober 2017 ketika kubaca nama Paijo tertera pada linimasa (tag) sebuah status "Pertemuan Penulis : Novelis, Penyair ... 9 Kota di Kalimantan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar