Selasa, 10 Oktober 2017

Musibah Budaya di Balikpapan (DJA Balikpapan) *

Seorang pembohong (ngakunya pemborong pembangunan padahal hanya makelar proyek alias penggadai SPK--Surat Perintah Kerja, dan ngakunya Sarjana Teknik Prodi Teknik Sipil padahal, ah, sudahlah) dipuja-puji sebagai penyair, sastrawan, atau penulis. Dia sama sekali tidak memiliki kapasitas mumpuni untuk pantas-patut-layak disebut penyair, sastrawan, atau penulis.

Musibahnya lagi, dia -- sebut saja Paijo alias Jojon -- diakui oleh sebagian penyair, sastrawan, atau penulis Kalimantan sebagai penyair, sastrawan, atau penulis Balikpapan.

Aku pernah ditipu oleh dia perihal desain bangunan. Sebenarnya ada 3 desain tetapi 1 kuanggap perkenalan. Sedangkan 2 desain benar-benar hanya dibayar dengan kata sarat dusta semata. Sebelumnya, seorang rekan arsitek juga ditipu oleh dia. Sungguh seorang pemborong, eh, pembohong!

Aku pun pernah menegur dia secara keras-tegas di depan murid-murid SMP-SMA dalam sebuah diskusi karya sastra yang diselenggarakan oleh sebuah komunitas seni Tanah Paser-Grogot pada 2013. Masalahnya, kami sedang mendiskusikan karya adik-adik itu secara serius, dia malah seenaknya ngobrol dengan suara lebih nyaring di sebelahku, padahal isi obrolannya sama sekali tidak berhubungan dengan acara diskusi, bahkan tidak bermutu. Sungguh menjengkelkan, orang setua itu tidak memahami diskusi. Begitukah sikap seseorang yang pantas-patut-layak dianggap, diaku, bahkan dipuja-puji oleh para pegiat budaya di Kalimantan sebagai penyair, sastrawan, atau penulis?

Oleh sebab mereka mengakui dia sebagai penyair, sastrawan, atau penulis, maka aku menganggap justru hujan adalah penyair, sastrawan, atau penulis sejati di Balikpapan.

Bagaimana tidak? Lha wong dia tidak bisa memahami "di" sebagai kata kerja atau kata keterangan, padahal sangat sepele bagi seorang penulis. Lha sudah jelas gagal paham begitu malah dia dianggap bahkan dipuja-puji sebagai penyair, sastrawan, atau penulis, apa tidak menjadi musibah budaya?

18 Oktober 2014 aku keluar dari seluruh kegiatan seni-sastra di Balikpapan gara-gara, salah satunya, dia mengaku-aku dirinya penyair bahkan dipuja-puji oleh orang-orang Balikpapan padahal, ah, sudahlah. Aku tidak perlu pengakuan sebagai siapa dari para pegiat budaya se-Balikpapan bahkan se-Kalimantan.

Dan, 2017 ini aku semakin tidak tertarik dengan pengakuan para penyair, sastrawan, atau penulis se-Kalimantan karena seorang pembohong malah diakui sebagai penyair, sastrawan, atau penulis Balikpapan. Aku memilih menjadi arsitek saja dan keluar dari ranah seni-sastra se-Kalimantan raya daripada menjadi penyair, sastrawan, atau penulis Balikpapan. Aku tidak sudi disamakan dengan Paijo alias Jojon itu. Amit-amit banget deh!

Aduhai, musibah paling parah seperti DJA yang menjadi tokoh berpengaruh itu. Aduhai, DJA Balikpapan.

*******
9 Oktober 2017 ketika kubaca nama Paijo tertera pada linimasa (tag) sebuah status "Pertemuan Penulis : Novelis, Penyair ... 9 Kota di Kalimantan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar