Jumat, 27 Oktober 2017

PENGUMUMAN PEMENANG SAYEMBARA PENULISAN CERITA ANAK

KANTOR BAHASA KALIMANTAN TIMUR:
PENGUMUMAN PEMENANG SAYEMBARA PENULISAN CERITA ANAK BERBASIS LOKALITAS SEKALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA 2017


Kantor Bahasa Kalimantan Timur, yang beralamat di Jalan Batu Cermin 25 Sempaja Utara, Samarinda Utara, dalam rangka peringatan Bulan Bahasa dan pemasyarakan Gerakan Literasi Nasional (GLN) baru saja mengadakan sayembara penulisan cerita
anak berbasis lokalitas. Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya memupuk rasa cinta dan bangga kepada bahasa dan sastra Indonesia dengan cara memberikan kesempatan kepada masyarakat Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara untuk menunjukkan bakat dalam menulis.

“Peningkatan antusiasme dan tanggapan positif masyarakat terhadap kepenulisan perlu terus dilakukan oleh Kantor Bahasa Kalimantan Timur yang memiliki tugas dalam pembinaan dan pengembangan sastra. Kantor Bahasa Kalimantan Timur perlu menyediakan wadah bagi peningkatan ekspresi masyarakat di Kalimantan Timur terhadap bahasa dan sastra,” papar Kepala Kantor Bahasa Kalimantan Timur, Drs. Anang Santosa, M.Hum.

“Sebenarnya, apresiasi masyarakat di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara terhadap dunia kepenulisan telah tumbuh sejak lama. Kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kepenulisan dan apresiasi sastra yang diadakan Kantor Bahasa banyak diminati, tampak dari banyaknya peserta dalam kegiatan-kegiatan tersebut, misalnya festival musikalisasi puisi, lomba cipta puisi, lomba cipta cerita pendek, lomba menulis esai, lomba menulis feature, lomba penulisan cerita anak untuk guru, dan lomba penulisan cerita rakyat,” lanjut Misriani, S.Pd., ketua panitia. 

Sayembara Penulisan Cerita Anak Berbasis Lokalitas se-Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara 2017 kali ini diikuti oleh 80-an penulis. Hadiah yang disediakan cukup besar, total 50 juta rupiah. Naskah yang masuk dinilai oleh Dewan Juri yang terdiri atas Juri Pusat (Jakarta) dan Juri Daerah. Dewan Juri menetapkan 15 orang penulis sebagai pemenang.

Daftar pemenang Sayembara Penulisan Cerita Anak Berbasis Lokalitas se-Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara 2017 sebagai berikut.

Pemenang I (hadiah Rp12.000.000,00):
Inni Indarpuri (Samarinda) dengan judul cerita “KM Kaspa”

Pemenang II (hadiah Rp10.000.000,00):
Akhmadi Swadesa (Samarinda) dengan judul cerita “Hutanku Tinggal Kenangan”

Pemenang III (hadiah Rp8.000.000,00):
Wiki Kridayanti (Balikpapan) dengan judul cerita “Kebun Mini Banua Patra”

Pemenang IV (hadiah Rp.6.000.000,00):
Habolhasan Asyarie (Samarinda) dengan judul cerita “Imis Anak Kota Tepian”

Pemenang V (hadiah Rp4.000.000,00):
Anita Katarina Sarimole, S.Pd. (Kutai Kartanegara) dengan judul cerita “Kisahku Anak Tenggarong”

10 Pemenang VI (hadiah @Rp1.000.000,00):

1. Fajar Djafri (Balikpapan) dengan judul cerita “Ewo, Arief, dan Sarung Bermotif”
2. Muthi Masfu’ah (Bontang) dengan judul cerita “Misteri Gami Bawis dan Koki Cilik”
3. Aziz Fathoni, S.S. (Samarinda) dengan judul cerita “Negeri Para Pejuang Kehidupan”
4. Meisa Nur Andini (Kutai Timur) dengan judul cerita “Si Dini Anak Sangkulirang”
5. Juliana Sembiring, S.Pd. (Samarinda) dengan judul cerita “Sampeq Peninggalan Bapak”
6. Ali Kusno (Samarinda) dengan judul cerita “Aku Anak Sungai”
7. Meila Ikha Widyastuti (Bontang) dengan judul cerita “Pelangi di Langit Khatulistiwa”
8. Imam Dairoby (Paser) dengan judul cerita “Anak Konen”
9. Herman A. Salam (Samarinda) dengan judul cerita “Meraih Mimpi”
10. Agustinus Wahyono (Balikpapan) dengan judul “Berlibur di Kebun”

Sumber : https://www.facebook.com/amien.wangsitalaja/posts/10212545163838836

Beranda Facebook Amien Wangsitalaja, 28 Oktober 2017

http://www.kliksamarinda.com/berita-6921-ini-para-pemenang-sayembara-penulisan-cerita-anak-kantor-bahasa-kaltim-2017-.html

Menunggu Pengumuman Hasil Sayembara Penulisan Cerita Anak-anak se-Kaltim & Kaltara 2017

Saya menuliskan ini pada 26 Oktober 2017. Artinya, saya sedang berdebar-debar. Sebabnya, 28 Oktober alias dua hari lagi adalah waktu untuk melihat kenyataan berisi pengumuman hasil Sayembara Penulisan Cerita Anak-anak se-Kaltim dan Kaltara 2017 yang diselenggarakan oleh Kantor Bahasa Kaltim sejak diumumkan mulainya pada 26 Mei 2017.

Mengapa saya berdebar-debar menunggu hasilnya? Sudah saya ceritakan mengenai partisipasi saya dalam sayembara itu. Apakah berdebar-debar itu disebabkan oleh rasa takut kalah atau justru ingin meluapkan seluruh perasaan jika menang?

Memang, menang atau kalah itu biasa dalam suatu sayembara atau pertandingan. Saya pun terbiasa kalah, dan jarang menang, meski tidak pernah satu kali pun menangisi kekalahan. Setiap hendak mengikuti suatu sayembara atau lomba menulis, satu hal yang selalu saya sadari sekaligus tetapkan dalam hati adalah “saya bukan siapa-siapa” dalam tulis-menulis.

“Saya bukan siapa-siapa” adalah slogan saya untuk lebih santai dalam partisipasi suatu pertandingan karya. Dengan lebih santai, otomatis, saya bisa leluasa menguras kapasitas saya secara serius. Slogan ini pula yang selalu menjadi benteng terakhir saya untuk menyiapkan diri apabila terjadi “serangan” dari luar, khususnya realitas menang-kalah.

Mungkin sebagian dari Anda menyebut saya anomalis berdasarkan raihan-raihan saya selama dua tahun terakhir. 2016 saya meraih Pemenang I Lomba Menulis Esai se-Kaltim dan Kaltara. 2017 saya meraih Pemenang I dalam Lomba Menulis 17-an di Kompasiana. Selain itu, puisi saya meraih kategori nomine dalam Krakatau Award 2017, dan puisi lainnya lolos kurasi untuk sebuah buku antologi yang diterbitkan oleh Dewan Kesenian Kota Pekalongan.

Lantas, apa lagi yang pantas menjadikan saya anomalis?

Tidak jarang saya harus memarkirkan semua raihan pada bagian masa lalu; prestasi usang alias ketinggalan zaman. Apakah saya telah terjerumus dalam kelompok manusia yang tidak bersyukur?

Bukan begitu tetapi begini. Kalau saya ‘terpaksa’ memarkirkan semua raihan masa lalu, saya akan memulai gairah baru untuk menanggapi suatu tantangan baru. Dengan adanya gairah baru, saya cenderung berusaha keras untuk bisa menanggapi tantangan baru dengan sepenuh jiwa-raga saya.

Apalagi, sayembara satu ini, bagi saya, benar-benar baru pertama kali saya ikuti. Dari pengumuman adanya sayembara pada 26 Mei itu saja, saya yakin untuk berpartisipasi justru pada akhir Juli alias dua bulan berlalu. Sementara batas akhir sayembara itu adalah 31 Agustus. Belum lagi… Ah, sudah saya ceritakan.

Sekarang saya sedang berdebar-debar. Sayembara atau pertandingan karya satu ini merupakan pertandingan terakhir yang saya ikuti pada 2017. Sebab, sejak 6 September 2017 saya sudah memulai pekerjaan lagi sebagai seorang arsitek, dan kembali harus keluar dari rumah bahkan domisili saya di seberang (Balikpapan, Kaltim). Artinya, kondisi terkini adalah fokus pada pekerjaan di Kupang, NTT, bukan lagi pertandingan karya yang sarat imajinasi yang absurd, dan kompetisi.

Tentunya, ada rencana selanjutnya untuk saya sendiri jika saya menang atau kalah. Kalau menang, saya pasti senang bukan kepalang. Kalau kalah, apa kelanjutan dari kekalahan itu pun saya siap olah-kelola kembali. Menang atau kalah itu berarti ada kelanjutannya. Tidak berhenti sampai pada hasil lantas selesailah semuanya.

Apa rencana saya nanti jika menang atau kalah?

Maaf, kali ini saya harus merahasiakannya. Tunggu saja dua hari lagi, 28 Oktober, pada saat hasil sayembara itu diumumkan oleh Kantor Bahasa Kaltim.

Demikian saja dulu berdebar-debar saya. Semoga Anda tidak tertular. 

*******
 Kelapa Lima, Kupang, 26 Oktober 2017     

Ulasan Eko Tunas pada Pemburu Ikan Paus

Ulasan Eko Tunas pada Pemburu Ikan Paus
, 4 Oktober 2017

Inilah puisi karya Agustinus Wahjono yang saya suka. Ada kelaguan daerahnya (Kupang) yang diperkenalkan. Diksi seperti tersusun begitu saja dari irama hidupnya. Lalu pengalamannya di metropolis, seperti tenggelam di dasar laut bersama para ikan.
Seperti ada metafore baru justru sebab kelekatan antara pengalaman hidup dan estetisnya. Tidak mengawang sebagaimana kebanyakan puisi yang mencari keindahan meninggi, melainkan justru menggali ke tanah sendiri untuk mendapatkan kedalaman.
Lebih dari itu ada endapan pengalaman yang didapat dari pendalaman itu. Seperti ada teriakan, seperti dendam, seperti kerinduan, seperti menertawakan diri sendiri. Semacam tragic-comico poetry, yang secara sederhana bisa dikatakan -- justru -- puncak dari estetica poetica: komis-tragis!
Mari kita nikmati:
Pemburu Ikan Paus dan Tuan Kucing
~~ Bona Beding & Jose Rizal Manua ~~
Pemburu ikan paus itu tahu
Ikan paus bukan pemangsa bungkus-bungkus permen
Malam menenggelamkan ikan paus
Di kaki bintang-bintang
Di mulut pemburu tersimpan ikan kerapu kuah asam
Tuan kucing berbagi santapan dengan gelandangan
Kawasan Kelapa Lima berpamer montok ikan segar
Pemburu ikan paus Lamalera bersekutu dengan
Tuan kucing Cikini karena ikan paus tidak berseteru
Dengan kucing maka renyah tawa bebas menombaki malam
Karang-karang diguyur ombak
Beton-beton tumbuh di luar corat-coret berpasal-pasal
Lampu-lampu mekar membungai kota
Kata-kata terbit di meja panjang berperahu pinggir jalan
Di Teluk Kupang dan Teluk Jakarta tidak ada ikan paus
Apalagi ikan paus merah buatan si pencinta senja
Tidak ada perburuan selain menggoyang kata-kata
Pemburu ikan paus bukan pemburu ikan teri
Tidak ada akuarium untuk menangkar ikan paus
Tidak seperti tuan kucing sampai membuat kamar-kamar
Bagi kucing-kucing sudut ibukota sebelum buku-buku
Dilarung ke selokan-selokan Cikini berbungkus permen
*******
Kupang, 30 September 2017


Selasa, 10 Oktober 2017

Musibah Budaya di Balikpapan (DJA Balikpapan) *

Seorang pembohong (ngakunya pemborong pembangunan padahal hanya makelar proyek alias penggadai SPK--Surat Perintah Kerja, dan ngakunya Sarjana Teknik Prodi Teknik Sipil padahal, ah, sudahlah) dipuja-puji sebagai penyair, sastrawan, atau penulis. Dia sama sekali tidak memiliki kapasitas mumpuni untuk pantas-patut-layak disebut penyair, sastrawan, atau penulis.

Musibahnya lagi, dia -- sebut saja Paijo alias Jojon -- diakui oleh sebagian penyair, sastrawan, atau penulis Kalimantan sebagai penyair, sastrawan, atau penulis Balikpapan.

Aku pernah ditipu oleh dia perihal desain bangunan. Sebenarnya ada 3 desain tetapi 1 kuanggap perkenalan. Sedangkan 2 desain benar-benar hanya dibayar dengan kata sarat dusta semata. Sebelumnya, seorang rekan arsitek juga ditipu oleh dia. Sungguh seorang pemborong, eh, pembohong!

Aku pun pernah menegur dia secara keras-tegas di depan murid-murid SMP-SMA dalam sebuah diskusi karya sastra yang diselenggarakan oleh sebuah komunitas seni Tanah Paser-Grogot pada 2013. Masalahnya, kami sedang mendiskusikan karya adik-adik itu secara serius, dia malah seenaknya ngobrol dengan suara lebih nyaring di sebelahku, padahal isi obrolannya sama sekali tidak berhubungan dengan acara diskusi, bahkan tidak bermutu. Sungguh menjengkelkan, orang setua itu tidak memahami diskusi. Begitukah sikap seseorang yang pantas-patut-layak dianggap, diaku, bahkan dipuja-puji oleh para pegiat budaya di Kalimantan sebagai penyair, sastrawan, atau penulis?

Oleh sebab mereka mengakui dia sebagai penyair, sastrawan, atau penulis, maka aku menganggap justru hujan adalah penyair, sastrawan, atau penulis sejati di Balikpapan.

Bagaimana tidak? Lha wong dia tidak bisa memahami "di" sebagai kata kerja atau kata keterangan, padahal sangat sepele bagi seorang penulis. Lha sudah jelas gagal paham begitu malah dia dianggap bahkan dipuja-puji sebagai penyair, sastrawan, atau penulis, apa tidak menjadi musibah budaya?

18 Oktober 2014 aku keluar dari seluruh kegiatan seni-sastra di Balikpapan gara-gara, salah satunya, dia mengaku-aku dirinya penyair bahkan dipuja-puji oleh orang-orang Balikpapan padahal, ah, sudahlah. Aku tidak perlu pengakuan sebagai siapa dari para pegiat budaya se-Balikpapan bahkan se-Kalimantan.

Dan, 2017 ini aku semakin tidak tertarik dengan pengakuan para penyair, sastrawan, atau penulis se-Kalimantan karena seorang pembohong malah diakui sebagai penyair, sastrawan, atau penulis Balikpapan. Aku memilih menjadi arsitek saja dan keluar dari ranah seni-sastra se-Kalimantan raya daripada menjadi penyair, sastrawan, atau penulis Balikpapan. Aku tidak sudi disamakan dengan Paijo alias Jojon itu. Amit-amit banget deh!

Aduhai, musibah paling parah seperti DJA yang menjadi tokoh berpengaruh itu. Aduhai, DJA Balikpapan.

*******
9 Oktober 2017 ketika kubaca nama Paijo tertera pada linimasa (tag) sebuah status "Pertemuan Penulis : Novelis, Penyair ... 9 Kota di Kalimantan.