Minggu, 19 Mei 2019

Ketika Lapar Mendera


Suntuk menggambar renovasi bangunan dengan detail-detail teknis. Kopi hitam menjadi andalan sejak bangun dari tidur. Kata orang, kopi sangat mendukung konsentrasi. Ya, biasanya begitu yang kulakukan saban hari.

Sementara makan hanyalah ketika lapar. Ketika lapar, makanan apa pun bisa langsung enak. Dan, apabila lapar, paling cepat adalah menyantap kudapan sejenis roti atau gorengan.

Makan untuk hidup. Hidup untuk makan. Keduanya “makan” berbeda makna, bukan?

Esensi makhluk hidup adalah makan. Makan untuk hidup. Jenazah atau mayat tidak memerlukan makanan. Meja juga demikian. Itulah yang kualami pada Sabtu, 19 Mei 2019.

Persoalannya, suntuk menggambar diusik oleh lapar tetapi tidak ada makanan. Satu hari aku belum makan. Kondisiku sedang berada di perantauan (Kupang), dan kembali menjadi bujangan alias jomlo. Celaka!

Eh, tunggu dulu. Jangan seketika memaki hidup dengan “celaka!”.

Di lemari dapur kulihat ada tepung tapioka. Di lemari es alias kulkas ada tepung terigu dan beberapa potong ikan mentah. Tentu saja tersedia bawang, garam, minyak goreng, dan perlengkapan masak-memasak.

Aku pun mengolahnya sampai menjadi kudapan atau gorengan untukku sendiri. Agar ada sentuhan rasa tersendiri, kubuatkan kuah seperti cuka empek-empek bangka.

Maka, kalau sudah didera lapar, apa pun enak, ‘kan? Selanjutnya aku bisa kembali suntuk menggambar.

*******
Kupang, 17 Mei 2019

Senin, 06 Mei 2019

Sekali Lagi, Konsisten dan Konsekuen


Aku sedang malas membuka buku kamus konvensional. Aku mencarinya di internet saja. Cara mudah untuk tulisan sekadar begini.

Konsisten
Menurut KBBI.Web.Id, konsisten/kon·sis·ten/ /konsistĂ©n/ a 1 tetap (tidak berubah-ubah); taat asas; ajek; 2 selaras; sesuai.

Konsekuen
Menurut KBBI.Web.Id, konsekuen/kon·se·ku·en/ /konsekuĂ©n/ a sesuai dengan apa yang telah dikatakan atau diperbuat; berwatak teguh, tidak menyimpang dari apa yang sudah diputuskan

Konsisten dalam Berkarya
Pencipta identik dengan ciptaan; kreator dengan kreasi. Terserah, kamu mau sepakat atau tidak. Aku tidak akan memaksa, terlebih aku memilih apa yang kuinginkan.

Yang penting, kamu bisa melihat sendiri bahwa aku selalu berusaha untuk konsisten melaksanakan pilihan hidupku, baik dalam tulis-menulis maupun dalam gambar-menggambar. Bisa jadi hari ini aku tidak menulis karena kemarin aku menggambar, atau besok aku akan menggambar.

Apalagi sekarang aku sudah memiliki penerbitan sendiri, dan menghasilkan belasan buku. Tulisan dan gambaran (ilustrasi) bisa kusatukan dalam satu karya tunggal. Sangat menyenangkan, meski terkadang merepotkan.

Konsistensi berkaitan dengan berkelanjutan. Konsistensi dalam tulis-menulis, misalnya, berkaitan dengan jumlah tulisan yang selesai selama kurun waktu tertentu. Konsistensi dalam gambar-menggambar yang bukanlah pekerjaan juga begitu.

Konsisten dengan hobi yang sama sekali tidak langsung menghasilkan uang, apalagi dalam jumlah banyak, bagaimana?

Konsisten dalam berkarya yang sama sekali tidak langsung menjadikan terkenal, bagaimana?

Konsekuen dalam Berkarya
Aku selalu berusaha untuk konsekuen dalam berkarya. Uang berlimpah dan tenar berbinar tidak pernah menyambutku. Konsekuensi ini tidaklah pernah singgah dalam impian sebagian orang, 'kan?

Buku-buku tunggalku menjadi bukti dan abadi mengenai konsekuensi itu. Aku tidak perlu repot berkoar-koar perihal berkarya, mengabadikan karya, konsisten atau konsekuen.

Meskipun repot menjalani beberapa pekerjaan (menulis, menggambar, menyunting, menyusun, dan seterusnya) hingga menjadi sebuah buku, bagiku, semua ini merupakan konsekuensi logis yang patut kulakoni, dan kunikmati prosesnya.  Ya, aku tidak akan berkoar mengenai proses dan ini-itu, melainkan bagaimana aku melakukan semua proses sebagai konsekuensi logis yang tidak boleh ditangisi.

Laris manis atau tidak, juga merupakan konsekuensi logis bagiku. Dan, bukankah setiap pilihan selalu menyajikan konsekuensi logis?


Berkarya
Seseorang dikenal dari hobinya (kegemaran; kesukaan). Seseorang dikenal dari apa yang dikerjakannya. Seseorang dikenal dari apa yang dihasilkannya. Seorang pelukis dikenal karena lukisannya. Seorang penulis deikenal karena tulisannya.

Aku tidak perlu dikenal dengan apa pun karena aku hanya mengolah dan mengelola hobi, waktu, dana, dan situasi. Bagiku, semua itu merupakan berkarya, berdaya-upaya, dan menjadi diri sendiri.

Cukuplah berkarya. Tidak usah kutambahi dengan hal-hal lain yang serba muluk. Ya, mumpung (selagi) mampu,  kulakukan saja. Mumpung suka, kulakukan juga dengan sesukaku saja.

Dan, bagaimana dengan kamu sendiri? Terserah kamu-lah!
  
*******
Pinggir Panggung Renung, 3 Mei 2019

Kamis, 02 Mei 2019

Ilustrasi-ilustrasi untuk Sebuah Buku Kumcer


Ilustrasi-ilustrasi untuk buku kumpulan cerpen “Gadis yang Mengendarai Ombak” sudah selesai. Cerpen-cerpen dalam buku ini berangka tahun (titimangsa) 2001 s.d. 2016. Sementara proses atak (tata artistik; lay out) hanya menyisakan penempatan ilustrasi-ilustrasi tersebut.

Rencana Sampul




Rencana Ilustrasi Cerpen-cerpen dalam Buku Itu

Ya, beginilah kenyataan hidupku. Berkarya secara tertulis dan tergambar merupakan  satu-kesatuan yang sangat menyenangkan, meskipun tidak bisa terjadi dalam waktu singkat. Semua kujalani dengan semangat penghargaan atas anugerah dalam hidupku.

Bakat menggambar memang sudah ada sejak kecil. Akan tetapi, tanpa belajar lagi di bimbingan belajar menggambar “Garizt”, Bandung selepas SMA di Yogyakarta, bakat bakal begitu-begitu saja. Tiga bulan penuh aku belajar dengan tekun, dan menyenangkan.

Menulis, kuakui, bukanlah bakat sejak kecil. Di pers mahasiswa dulu aku tidak suka menulis karena aku ilustrator dan penata artistik (lay outer). Akan tetapi, situasi di sekretariatnya sangat kondusif untuk belajar, meskipun secara diam-diam.

Dan, buku-bukuku merupakan dokumentasi dari kombinasi antara menggambar dan menulis, termasuk memilih, menyusun, dan menata.  Tentu saja, sekali lagi, bukan proses yang hanya sekejap dalam satu-dua tahun.

Jadi, buku-bukuku merupakan hasil pengolahan dan pengelolaan atas seluruh kapasitasku. Buku-bukuku adalah aku seutuhnya. Semoga aku bisa konsisten dan konsekuen menjalani semua ini.

*******
 Pinggir Panggung Renung, 2 Mei 2019