Jumat, 01 Februari 2019

Antara Penulis dan Bukan Penulis

Seseorang yang mengaku-aku sebagai penulis bukanlah seluruh waktunya hanya bercuap-cuap sambil menepuk dada “Aku Penulis!”. Seumpama seorang pebulutangkis, pesepakbola, atau pelukis, yang dikenal karena keseharian mereka melakukan apa yang kemudian orang sebutkan.

Saya tidak perlu merepotkan diri dengan sebutan “penulis” dari siapa pun, apalagi saya tidak pernah bercita-cita menjadi penulis. Menjadi penulis atau tidak, bagi saya, sangat tidak penting, selain menulis itu sendiri.

Ya, saya hanya ingin mewujudkan pemikiran saya dalam bentuk tulisan, dan sesekali mengikuti ajang uji nyali alias pertandingan (lomba) penulisan. Kalau dalam bentuk lisan (omongan), sebentar saja bisa ditelan angin. Apakah yang bisa dikaji, dibenahi, dikritisi, dan seterusnya jika kemudian habis dimangsa angin? 

Namun, di Balikpapan, tidak sedikit orang yang saya temui ternyata tidaklah lebih mulia daripada tukang omong belaka alias pembual. Apa hebatnya "Menulisnya jarang, berkoarnya sering"? 

Ada juga beberapa orang yang, katanya, suka menulis tetapi jarang sekali karya tertulis mereka tampil untuk dibaca, apalagi dijadikan rujukan. Kalau pun muncul tulisan mereka, minimal di blog pribadi semacam ini, masih terlihat berlepotan di sana-sini, tidak memahami kaidah penulisan, dan sekitarnya. Sayangnya mereka bersegera (takabur) menepuk dada “Aku penulis!”, dan berpamer diri di banyak hajatan hanya supaya mendapat pengakuan sebagai penulis. Bah!

Ya, ibarat orang berak, bahkan, menceret. Baru bisa berak, sudah berkoar-koar dalam kakus, “Aku berhasil berak!” Setelah itu ia keluar dari kakus tetapi tidak cebok. Aduhai sekali!

Saya tidak perlu merepotkan diri dengan pengakuan-pengakuan nihil, meskipun pernah menjadi Juara I dalam Lomba Penulisan Esai se-Kaltim & Kaltara 2016 atau se-Babel 2000, dan lain-lain. Saya tidak perlu merepotkan diri dengan berkumpul bersama para pembual semacam itu. Pengakuan dan pergaulan yang kontra-produktif, dan tidak kreatif, apalah faedahnya bagi diri sendiri. Saya justru akan merepotkan diri saya sendiri dengan menulis, dan duduk dengan manis di rumah.

Seorang penulis dikenal karena karya-karya tertulisnya, bukan karena berkoar-koar seperti para pembual-pendusta-pembohong alias hoakers. Akan tetapi, saya tetap bukanlah penulis, tidak mendambakan pengakuan siapa pun, dan tidak pernah bercita-cita menjadi penulis apalagi penulis terkenal!

Paling tidak, sampai 2018, buku karya tunggal saya sudah terbit 18 judul. Cukup itu dulu karena 2019 saya sedang menyiapkan 3-6 buku karya saya lagi. Berkarya itu utama, berkoar itu pecundang. Bukti lebih berbunyi daripada berkoar dengan nyaring seperti tong kosong.

*******  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar