Melalui akun Fb pada 24 Juni Irwan Bajang
menulis judul Buku Tanpa Penerbit dan
ISBN di berandanya. “Habis lebaran nanti saya mau
menerbitkan buku. Tanpa penerbit dan tanpa ISBN. Serius. Saya ingin tunjukkan
pada semua penulis bahwa menerbitkan buku itu tidak perlu rumit dan tidak perlu
aturan aneh-aneh. Ini serius. Saya bahkan nggak akan pakai nama penerbit yang
saya dirikan dan saya kelola selama ini,” urai si pendiri Penerbitan Indie Book Corner.
Kemudian Ricardhus Benny Pradipta mengirim
tanggapan ke
beranda Irwan, “Buku Tanpa Penerbit , Tanpa Review Kritik
(endorsement), dan Tanpa ISBN itu dibeli atau tidak? Sesudah kuliah selesai
saya akan menerbitkan buku. Tanpa penerbit dan tanpa ISBN. Serius. Saya juga
ingin tunjukkan pada semua penulis bahwa menerbitkan buku itu tidak perlu rumit
dan tidak perlu aturan aneh-aneh. Ini serius. Saya bahkan nggak akan pakai nama
penerbit yang membesarkan nama saya selama ini.”
Penerbit Buku dan ISBN
Penerbit buku,
mudahnya, adalah suatu badan usaha yang bergerak di bidang pengelolaan penerbitan
buku, baik fiksi maupun non-fiksi. Contohnya Gramedia-Kompas, Mizan, Indonesiatera,
dan lain-lain. Badan usaha ini, biasanya, dikelola oleh beberapa orang, mulai
dari penyunting, pemeriksa aksara, pembuat sampul, penata isi atau juga penata
artistik, pemasar, dan lain-lain.
Penerbit buku
biasanya juga menerima karya-karya kontributor yang layak diterbitkan
berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, tergantung masing-masing penerbit.
Kriteria utama dalam era industrialisme-kapitalisme buku, biasanya, adalah
naskah-naskah yang berpotensi daya jual, apalagi kontributornya adalah penulis
terkenal.
Ya, industrialisme-kapitalisme berkaitan dengan
modal. Modal mengelola, mencetak, menjual-memasarkan buku. Hak cipta kontributor
disebut dengan royalti, yang nilainya sekian persen dari harga buku, dibayarkan
pada kurun waktu tertentu, dan seterusnya.
Sementara ISBN (International Serial Book Number) adalah
nomor penerbitan sebuah buku yang dikeluarkan oleh Perpustakaan Nasional. Salah
satu maksud adanya ISBN ini adalah agar sebuah buku yang diterbitkan dapat
diketahui pula oleh negara lain atau seluruh dunia. Untuk lebih jelasnya, dapat
dicari sendiri melalui mesin pencari internet.
Untuk mendapatkan
ISBN, sebuah penerbit akan mengajukan surat permohonan kepada Perpustakaan
Nasional, mendapat nomor anggota, dan ISBN untuk buku yang akan diterbitkan.
Sejak 2014, pengurusan ISBN memang “agak rumit” karena sebuah penerbit harus
memiliki surat notaris.
Dewasa ini tidak
sedikit penerbit muncul, dan memberi kemudahan bagi penulis untuk menerbitkan
buku dengan sebutan “penerbitan sendiri” (self-publishing).
Melalui penerbitan ini urusan ISBN sampai pemasarannya sudah bisa dikelola
sendiri oleh penerbitan tersebut. Mengenai royalti, sudah pula dipajang pada
situs internet penerbit.
Membuat Buku Sendiri
Apakah bisa membuat
buku sendiri tanpa penerbit dan ISBN? Bisa, dan mudah saja. Kalau sudah siap
naskahnya, baik sampul dalam format JPG maupun isi dalam format PDF, bisa
langsung dikirim ke sebuah percetakan.
Selain penerbitan
yang sudah banyak memberikan kemudahan tanpa kerepotan soal isi apalagi mutu
karya, percetakan pun muncul di internet, memajang harga cetak, nomor telepon
atau alamat pos elektronik yang bisa dihubungi, dan semakin meramaikan
industrialiasi buku. Percetakan akan mencetak buku sesuai dengan permintaan (print on demand atau POD) yang berwujud
naskah (sampul, isi, spesifikasi bahan buku), dan jumlahnya bisa minimalis,
semisal 10-20 buku per judul.
Tidak perlu nama
suatu penerbit? Kalau mau, buatkan saja, misalnya “Penerbit Slamet Bersaudara”,
tanpa perlu repot mengenai legalitas apa pun. Atau tanpa nama penerbit. Cukup
dengan nama penulis atau pencipta karya yang akan dibukukan, semisal Suluman
Sulumun Slamet.
Tidak perlu juga
ISBN? Kalau hanya untuk sekadar membukukan karya sendiri, boleh saja tanpa
ISBN. Bisa begitu, ya? Iya, bisa. Toh yang terpenting naskah bisa dibukukan
dengan biaya sendiri yang sudah disepakati dengan pihak percetakan.
Tanpa ISBN berarti
buku yang diterbitkan tidak tercatat pada katalog Perpustakaan Nasional. Bagi
penulis atau pencipta karya yang tidak peduli dengan arsip bukunya dalam katalog
resmi Perpustakaan Nasional, tanpa ISBN pun buku bisa tercetak dan terbit.
Kisaran Biaya Cetak untuk Satu Judul Buku
Dengan modal
sekitar Rp.700.000,00 untuk wilayah di luar Jawa (terkait dengan ongkos kirim),
buku sendiri bisa tercetak-terbit dengan jumlah 20 eksemplar. Mengenai harga,
bisa langsung dicari melalui mesin pencari internet mengenai itu, termasuk
alamat percetakannya. Dan, ya, wajar, semakin sedikit, biaya cetak semakin
mahal.
Seseorang yang biasa
menulis pasti memiliki naskah yang siap dibukukan. Mengenai berapa halaman atau
tebal-tipis untuk sebuah buku, bisa diperkirakan sendiri berdasarkan ukuran
buku. Kemudian naskah yang sudah ada tersebut diolah sendiri dengan penataan
sendiri. Yang jelas, sampul dan isi sudah dipersiapkan dalam format JPG dan PDF.
Dengan kesiapan
naskah sekaligus modal yang sekitar Rp.700.000,00, apakah sulit bagi seseorang
yang bergaji bulanan sekitar Rp.3.000.000,00? Tentu tidak, ‘kan, kalau sudah
diperhitungkan secara saksama untuk kurun waktu tertentu, semisal menabung
Rp.200.000,00 per bulan?
Siapa Pun bisa Mewujudkannya
Apa yang
disampaikan oleh Irwan Bajang dan Ricardhus Benny Pradipta tentang menerbitkan buku tanpa penerbit dan ISBN bukanlah suatu khayalan
yang tidak terlalu muluk. Siapa pun, khususnya yang sudah menyiapkan naskah dan
modal, bisa mewujudkannya.
Naskah dan biaya.
Dua hal saja yang paling penting agar siapa pun bisa menerbitkan bukunya
sendiri tanpa perlu repot memikirkan bagaimana mutu buku, siapa peminatnya, dan
seberapa laris menjual buku. Kalau sekadar menerbitkan buku tanpa penerbit dan
ISBN, ya, memang begitu mudah mewujudkannya.
Dan, kalau bisa
mudah, mengapa harus dipersulit? Bukankah tujuannya cuma membuat buku sendiri,
dengan embel-embel mengabadikan karya sendiri, dan, mungkin, sebagian untuk
dijadikan sumbangan ke perpustakaan umum, sekolah-kampus, atau suvenir suatu hajatan?
*******
Panggung Renung Balikpapan, 2017
*tulisan ini saya pajang di Kompasiana, dan mendapat predikat "Headline". http://v20106.kompasiana.com/gusnoy/menerbitkan-buku-sendiri-tanpa-penerbit-dan-isbn-bisakah_59502b0983afbd513bfa54fc